PEDOMAN PENYULUH PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
Perpustakaan
Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
Pedoman penyuluh pembudayaan kegemaran membaca /
tim penyusun,
Sofie Dewayani ... [et al.] ; editor, Supriyanto, Nani Suryani. -- Jakarta :
Perpustakaan Nasional RI, 2019.
50 hlm. ; 21 X 29,7 cm.
ISBN
978-623-200-081-0
1.
Minat baca -- Buku pegangan, pedoman, dsb. I.
Sofie Dewayani. II. Supriyanto. III. Nani Suryani. IV.
Perpustakaan Nasional.
028.9
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI ................................................................................................................... ii
DAFTAR
GAMBAR ...................................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 2
B. Dasar Hukum .............................................................................................. 3
C. Tujuan ......................................................................................................... 5
D. Sasaran ........................................................................................................ 6
E.
Ruang Lingkup ........................................................................................... 6
F.
Pengertian ................................................................................................... 7
BAB II PEDOMAN PENYULUHAN PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA DI KELUARGA ........................................................................................................................... 10
A. Prinsip-prinsip Kegiatan Penyuluhan Kegemaran Membaca ................... 10
B. Strategi Kegiatan Penyuluh Kegemaran Membaca Keluarga ................... 12
C. Menumbuhkan Lingkungan yang Kondusif ............................................ 15
D. Indikator Khusus Keberhasilan Pelaksanaan Kegiatan Penyuluh
Kegemaran Membaca
Melalui Keluarga .................................................. 16
BAB III PEDOMAN
PENYULUHAN PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
DI SATUAN PENDIDIKAN ............................................................................................ 17
A. Prinsip-Prinsip
Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca
Di Satuan Pendidikan ................................................................................ 17
B. Strategi
Pelaksanaan Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca
di Satuan Pendidikan ................................................................................. 18
C. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kegemaran Membaca
Di Satuan Pendidikan ................................................................................ 26
D. Siapakah Mitra Penyuluh
Pembudayaan Kegemaran Membaca di Satuan Pendidikan 27
E.
Manfaat Kegemaran
Membaca Di Satuan Pendidikan ............................ 29
F. Pelibatan Publik
untuk Menjamin Penyuluhan Program Penumbuhan Kegemaran Membaca Berkelanjutan ............................................................................................ 30
G. Indikator Khusus
Program Penyuluhan Kegemaran Membaca Di Satuan Pendidikan 31
BAB IV PEDOMAN PENYULUHAN PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA DI MASYARAKAT ............................................................................................. 34
A. Prinsip Dasar Literasi Baca ....................................................................... 34
B. Strategi
Pengembangan Literasi Baca di Masyarakat ............................... 35
C. Menghidupkan Buku Untuk Memberdayakan Masyarakat ...................... 37
D. Menghidupkan Ruang Baca Untuk Memberdayakan Masyarakat ........... 38
E. Beberapa Contoh Kegiatan Literasi Baca Yang Dapat melibatkan
Peran Aktif Masyarakat ............................................................................ 41
BAB V MEMBANGUN
KEMITRAAN PENYULUH PEMBUDAYAAN
KEGEMARAN MEMBACA .................................................................................................... 43
A. Hakikat Membangun Jaringan Kemitraan ................................................ 44
B. Prinsip-prinsip Membangun Jaringan Kemitraan ..................................... 45
C. Strategi Membangun Kemitraan ............................................................... 46
D. Langkah-langkah Dalam Membangun Kemitraan .................................... 47
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI PENYULUH KEGEMARAN MEMBACA 50
A. Masukan (Input) ........................................................................................ 51
B. Keluaran (Output) ..................................................................................... 52
C. Hasil (Outcome) ........................................................................................ 53
D. Dampak (Impact) ...................................................................................... 54
E.
Manfaat (Benefit)....................................................................................... 54
BAB VII PENUTUP ..................................................................................................... 56
BIBLIOGRAFI 58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan pada BAB XIII Pembudayaan Kegemaran Membaca sebagaimana diatur
dalam Pasal 48 ayat (1) sampai dengan ayat (4) menyebutkan: (1) Pembudayaan
Kegemaran Membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat; (2) Pembudayaan Kegemaran Membaca pada keluarga difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah melalui buku murah dan berkualitas; (3) Pembudayaan Kegemaran Membaca
pada satuan pendidikan dilakukan dengan mengembangkan dan memanfaatkan
perpustakaan sebagai proses pembelajaran; (4) Pembudayaan Kegemaran Membaca
pada masyarakat dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di
tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu. Perpustakaan Nasional
RI sebagai lembaga Pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang
perpustakaan, melakukan upaya-upaya
dalam meningkatkan kegemaran membaca salah satunya yaitu dengan melakukan
Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca
Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti
dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan
berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan/atau mengembangkan daya yang
sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang
bersangkutan. Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca sebagai proses pemberdayaan masyarakat melalui
literasi, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better
business dan better living, tetapi untuk memfasilitasi
masyarakat (sasaran) untuk mengadopsi strategi pemahaman tentang literasi agar
mempercepat terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi
sehingga mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup
pribadi dan masyarakatnya. Dalam hubungannya dengan peningkatan dan
menumbuhkembangkan gemar membaca masyarakat melalui Penyuluhan Pembudayaan
Kegemaran Membaca diharapkan masyarakat dapat memahami 4 poin dasar
pemahaman literasi, yang pertama yaitu literasi merupakan kemampuan
seseorang mengumpulkan informasi dari sumber bacaan dan bahan lainnya. Kedua, literasi adalah kemampuan
seseorang memahami yang tersirat dari yang tersurat. Ketiga, literasi
merupakan kemampuan mengemukakan ide sesuai informasi dan pengetahuan yang
dimiliki. Dan yang keempat, literasi adalah kemampuan seseorang atau
lembaga atau korporasi untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai informasi dan
pengetahuan yang dimiliki.
Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca sebagai proses pendidikan, dalam konsep
“akademik” dapat mudah dimaklumi, tetapi dalam praktek kegiatan, perlu
dijelaskan lebih lanjut. Sebab pendidikan yang dimaksud di sini tidak
berlangsung vertikal yang lebih bersifat “menggurui” tetapi merupakan
pendidikan orang-dewasa yang berlangsung horizontal dan lateral yang lebih
bersifat “partisipatif”. Dalam kaitan ini, keberhasilan Penyuluhan Pembudayaan
Kegemaran Membaca tidak diukur dari
seberapa banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses
belajar bersama yang dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadaran (sikap),
pengetahuan, dan ketrampilan “baru” yang mampu mengubah perilaku kelompok sasarannya
ke arah kegiatan dan kehidupan yang lebih mensejahterakan setiap individu,
keluarga, dan masyarakatnya. Jadi, pendidikan dalam Penyuluhan Pembudayaan
Kegemaran Membaca adalah proses belajar bersama.
Penguatan komunitas (community
strengthening) melalui Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca dimaksud
adalah penguatan kemampuan literasi yang dimiliki oleh setiap individu (dalam
masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau jejaring antar individu,
kelompok organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakatnya
sampai di aras global. Kemampuan dan kapasitas literasi masyarakat dalam
Pembudayaan Kegemaran Membaca, diartikan sebagai daya atau kekuatan yang
dimiliki oleh setiap individu dan masyarakatnya untuk memobilisasi dan
memanfaatkan sumber daya perpustakaan yang ada secara lebih berhasil guna
(efektif) dan berdaya guna (efisien) secara
berkelanjutan. Dalam upaya meningkatkan kebiasaan membaca dan
kapasitas literasi masyarakat sehingga terbentuk menjadi budaya kegemaran
membaca. Kegiatan penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca
dilaksanakan oleh penyuluh kegemaran membaca yang secara berkesinambungan harus
terus dilakukan. Untuk itulah perlunya disusun buku pedoman penyuluh pembudayaan kegemaran
membaca, bagi para pustakawan khususnya serta para
pegiat dan pemerhati gemar membaca pada umumnya dalam melaksanakan kegiatan Pembudayaan
Kegemaran Membaca.
B. Dasar Hukum
Beberapa peraturan Perundang-undangan tentang
Perpustakaan, dan yang berkaitan antara lain:
1.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam, sebagaimana telah
disempurnakan dengan UU Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Serah Simpan Karya Cetak
dan Karya Rekam;
3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
4.
Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
5.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan;
6.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa;
7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
8.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan;
9.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan;
10.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak Karya
Rekam;
11.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Serah Simpan dan Pengelolaan Karya Rekam Film
Cerita atau Film Dokumenter;
12.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
13.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
14.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
15.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan;
16.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2017 tentang Perpustakaan;
17.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non-Departemen;
18.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019;
19.
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Perubahan Ke Tujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen;
20.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25
Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
21.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti;
22.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019;
23.
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan;
24.
Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perpustakaan Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia;
25.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan
Desa/Kelurahan;
26.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan
Kecamatan;
27.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan
Kabupaten/Kota;
28.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan
Provinsi;
29.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
30.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
31.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Standar
Nasional Perpustakaan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
C. Tujuan
Beberapa tujuan meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1.
Tujuan Umum
Pedoman Penyuluh Pembudayaan Kegemaran Membaca ini
bertujuan untuk menjadi:
a. Acuan umum dalam
melaksanakan penyelenggaraan penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca
bagi pustakawan maupun tenaga penyuluh pembudayaan kegemaran membaca;
b.
Pedoman umum bagi penyelenggaraan penyuluhan
pembudayaan kegemaran membaca dalam rangka sosialisasi, diseminasi, dan
internalisasi terkait kebijakan serta program dalam penyelenggaraan penyuluhan pembudayaan
kegemaran membaca yang dilakukan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan;
c.
Alat untuk mengoptimalkan peran serta dan
mobilitas masyarakat dalam menunjang tercapainya visi Perpustakaan Nasional RI,
yaitu “terwujudnya Indonesia
cerdas melalui gemar membaca dengan memberdayakan perpustakaan dalam rangka
mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan
gotong-royong”.
d.
Sarana membangun koordinasi lebih yang efektif untuk
mengimplementasikan kebijakan dan program Perpustakaan Nasional dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan dan kelurahan/desa.
2. Tujuan Khusus
a.
Menjadi acuan bagi penyuluh pembudayaan kegemaran membaca
dalam melaksanakan tugas penyuluhan kegemaran membaca, mulai dari merencanakan,
melaksanakan, melaporkan, sampai dengan mengevaluasi sehingga
pelaksanaannya semakin efektif, efisien, dan berkualitas;
b. Mensinerjikan tugas
dan kerja penyuluh kegemaran membaca dengan Perpustakaan Nasional sebagai
instansi pembina serta pihak-pihak terkait.
D. Sasaran
Beberapa sasaran meliputi
sasaran kelembagaan, operasional, dan substansial antara
lain:
1. Sasaran Kelembagaan, yaitu:
a.
Perpustakaan Nasional RI;
b.
Dinas Perpustakaan tingkat provinsi dan
kabupaten/kota;
c. Perpustakaan desa dan
kelurahan.
2. Sasaran Operasional,
yaitu: penyuluh pembudayaan kegemaran membaca.
3.
Sasaran Substansial, yaitu: masyarakat di lingkup keluarga, satuan
pendidikan, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Penyuluh Pembudayaan
Kegemaran Membaca adalah:
1. Kebijakan Pembudayaan
Kegemaran Membaca, termasuk program strategis yang telah dan akan dilaksanakan;
2. Strategi penyuluhan
kegemaran membaca;
3. Kriteria Penyuluh
Pembudayaan Kegemaran Membaca;
4. Materi penyuluhan
pembudayaan kegemaran membaca;
5. Mekanisme pelaksanaan
penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca;
6. Indikator umum
keberhasilan pelaksanaan kegiatan penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca.
F. Pengertian
Beberapa pengertian penyuluhan pembudayaan kegemaran
membaca dan yang berkaitan antara lain:
1.
Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar
yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang
diterbitkan secara tidak berkala.
2.
Buku pengayaan adalah buku penunjang buku utama
(buku teks) yang digunakan peserta didik. Isi naskah buku
pengayaan tidak mengacu kepada kurikulum.
3.
Inklusi sosial adalah sebuah pendekatan untuk
membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak
masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar
belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya
dalam pembangunan sosial; melalui inklusi sosial setiap masyarakat dapat
memberikan kontribusi terhadap kemajuan pembangunan; keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan; upaya yang dapat mendorong keadilan dalam pembangunan
nasional.
4.
Kegemaran membaca adalah kebiasaan atau
perilaku yang disukai seseorang untuk mengetahui atau menambah informasi
melalui membaca.
5.
Keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat
mendasar dalam masyarakat; unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah.
6.
Komunitas adalah kelompok sosial yang nyata
yang terdiri dari individu-individu dengan berbagai peran dan latar belakang
yang mempunyai satu tujuan tertentu.
7.
Literasi adalah kemampuan individu untuk
membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat
keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.
8.
Masyarakat adalah setiap orang, kelompok
orang, atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang perpustakaan.
9.
Membaca adalah suatu interpretasi
simbol–simbol tertulis dan mengasosiasikannya dengan makna; keterampilan
mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang–lambang grafis dan
perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam–diam atau
pengujaran keras–keras; salah satu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata atau bahasa lisan.
10.
Pelibatan masyarakat adalah upaya menghadirkan
partisipasi masyarakat dengan membangun hubungan kemitraan yang bersifat
koordinatif, kooperatif, dan kolaboratif dalam program dan kegiatan penyuluhan
pembudayaan kegemaran membaca.
11.
Pembudayaan adalah proses, cara, perbuatan
membudayakan; proses dari sosial budaya menjadi suatu adat atau pranata yang
mantap.
12.
Pembudayaan kegemaran membaca adalah usaha
atau kegiatan untuk menumbuhkan membaca sebagai suatu kebiasaan yang berjalan
turun temurun dari generasi ke generasi.
13.
Pendidikan keluarga adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh orang tua karena mereka pada umumnya merasa terpanggil secara
naluriah untuk membimbing dan mengarahkan, pengendali dan pembimbing
putra-putri mereka sehingga mampu menghadapi tantangan hidup di masa mendatang.
14.
Penyuluh adalah orang yang memiliki peran,
tugas, atau profesi yang memberikan pendidikan, bimbingan, dan penerangan
kepada masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.
15.
Penyuluh pembudayaan kegemaran membaca adalah
orang yang memiliki peran, tugas, atau profesi yang memberikan pendidikan,
bimbingan, dan penerangan kepada masyarakat untuk menanamkan pemahaman dan
kebiasaan membaca menjadi budaya sosial di tengah masyarakat dan dapat menjadi
solusi bagi permasalahan pribadi maupun sosial.
16.
Penyuluhan adalah rangkaian upaya yang
dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada individu,
kelompok, komunitas, atau pun masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
17.
Penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca
adalah rangkaian upaya yang dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan
perilaku pada individu, kelompok, komunitas, atau pun masyarakat agar mereka
tahu, mau, dan mampu memiliki kegemaran membaca yang dapat memberi jalan keluar
atas permasalahan yang dihadapi.
18.
Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang
diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat
tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status
sosial-ekonomi.
19.
Perpustakaan Sekolah/Madrasah adalah
perpustakaan yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran dan
berfungsi sebagai pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan
pendidikan yang berkedudukan di sekolah/madrasah.
20.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non-formal, dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
21.
Transformasi perpustakaan umum adalah
perubahan paradigma pengelolaan dan layanan perpustakaan dari berorientasi
pengadaan dan penyediaan koleksi menjadi paradigma dan pengelolaan perpustakaan
umum yang membangun hubungan kemitraan pro aktif dengan seluruh masyarakat
sebagai pemangku kepentingan perpustakaan umum.
BAB II
PEDOMAN PENYULUH PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
DI KELUARGA
A. Prinsip-Prinsip
Kegiatan Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan kegemaran membaca dilaksanakan
dengan mengacu kepada prinsip-prinsip berikut:
1. Membaca
merupakan kegiatan yang menyenangkan.
Kegiatan penyuluhan kegemaran membaca ditekankan kepada keluarga,
khususnya orangtua, bahwa membaca itu menyenangkan sebagai prinsip utama dalam
menumbuhkan kegemaran membaca. Berikan opsi semua anggota keluarga untuk mulai
membaca dengan tema yang mereka sukai agar minat untuk membaca tumbuh dan
terhindar dari rasa bosan. Dengan menjadikan membaca sebagai kegiatan yang
menyenangkan (reading for pleasure) sekaligus memberikan rasa relaksasi yang akan
terus menstimulasi kita untuk terus membaca.
Gambar.1: Anak-anak sedang membaca buku cerita di
waktu senggang (dok/farinia)
2. Membaca
merupakan kegiatan yang penting.
Agar membaca dapat menjadi kegiatan penting
maka jadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan jiwa yang dianalogikan sebagai
pemberian nutrisi kepada akal pikiran seperti halnya manusia memerlukan makan
dan minum sebagai kebutuhan raga. Melalui membaca, akal pikiran kita mencerna
informasi yang kemudian dicerna menjadi pengetahuan yang akan menjadi acuan untuk
menentukan pola pikir, perilaku, dan karakter kita. Oleh karena itu amat
penting bagi penyuluh mendorong keluarga untuk memilih bacaan yang tepat dan
berkualitas guna memperoleh informasi yang
dibutuhkan untuk mengambil keputusan, mencari solusi, dan melakukan aktivitas
kegiatan sehari-hari.
3.
Membaca merupakan kegiatan yang bermanfaat akan
membentuk intelegensia, karakter dan kompetensi
Kegiatan membaca sebagai kegiatan yang
bermanfaat penuh diuraikan oleh penyuluh, baik manfaat yang bersifat langsung (jangka
pendek) maupun manfaat jangka panjang dalam kehidupan. Manfaat utama membaca
adalah meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi seorang individu, membentuk dan menguatkan
karakter, serta meningkatkan kompetensi masing-masing anggota keluarga. Penyuluh dapat memberikan manfaat kegemaran
membaca yang meningkatkan intelegensia, karakter, dan kompetensi seluruh
anggota keluarga yang bertujuan kepada kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Gambar.
2: Menumbuhkan kegemaran membaca dengan
memperkenalkan buku kepada anak sejak dini (dok/kiswanti)
B. Strategi
Kegiatan Penyuluh Pembudayaan Kegemaran Membaca di Keluarga
Untuk menumbuhkan atmosfir kegemaran membaca di keluarga terdapat
tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Manajemen membaca
Manajemen
adalah pengelolaan. Dalam konteks menumbuhkan kegemaran membaca di keluarga,
manajemen diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk
meluangkan waktu dan memberikan ruang untuk membaca bagi setiap anggota
keluarga di rumah. Orang tua memiliki peran sentral dalam pengaturan kegiatan
membaca di rumah kepada setiap anggota keluarga. Jadikan kegiatan membaca
sebagai gaya hidup dan kegiatan yang menyenangkan serta bermanfaat.
Jadikan membaca sebagai ajang untuk mencari informasi yang
diperlukan oleh setiap keluaga selain menyenangkan dan bermanfaat. Setiap
anggota keluarga memiliki kebutuhan dan masalah yang berbeda. Pastikan bahwa
membaca adalah langkah awal untuk mencari solusi dalam mengatasi masalah yang
dihadapi. Oleh karena dalam rangka meningkatkan kegemaran membaca di keluarga, berikut ini adalah hal-hal yang dapat
dilakukan:
a. Sediakan alokasi waktu dalam satu hari untuk
membaca;
b. Sediakan anggaran untuk pengadaan sumber
informasi termasuk bahan bacaan, namun jika tidak memungkinkan;
c. Gunakan fasilitas umum yang menyediakan sumber
informasi termasuk bahan bacaan untuk dibaca di rumah;
d. Tingkatkan frekwensi kegiatan membaca dalam
satu hari;
e. Sediakan ruang di rumah untuk dijadikan sebagai
pusat kegiatan membaca seperti perpustakaan keluarga atau pojok baca, namun
jika tidak memungkinkan;
f. Gunakan fasilitas umum yang menyenangkan untuk
membaca seperti di Perpustakaan Desa/Kelurahan, TBM, rumah ibadah, taman dan
tempat lainnya yang kondusif;
g. Gunakan metode yang sesuai bagi setiap anggota
keluarga. Bagi keluarga yang memiliki anak rentang usia mulai dari 0 sampai
dengan 9 tahun sangat disarankan untuk mengaplikasikan membaca nyaring (read aloud). Metode membaca senyap dapat
digunakan bagi pra remaja sampai dengan dewasa. Namun metode membaca nyaring
juga dapat dilakukan oleh orang dewasa mengingat terdapat manfaat yang
diperoleh;
h. Rancang kegiatan bersama pasca membaca seperti
melakukan diskusi dengan setiap anggota keluarga, melakukan permainan,
menuliskan opini, cerita, atau tulisan lainnya;
i. Terapkan pengetahuan yang diperoleh dari
membaca dan aplikasikan di dalam kegiatan sehari-hari.
2.
Infrastruktur
Yang dimaksud dengan infrastruktur dalam pengembangan pembudayaan
kegemaran membaca di keluarga adalah kebutuhan dasar fisik akan sumber
informasi yang diperlukan dalam rangka menumbuhkan kegemaran membaca di
keluarga. Media informasi yang ada di rumah antara lain:
a. buku,
b. majalah,
c. televisi,
d. radio,
e. komputer,
f. gawai, dan
g. media lainnya.
Sedangkan menurut
varian dan jenis bahan bacaan yang ada di dalam buku dan majalah hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan dan minat setiap anggota keluarga di rumah. Sarana penunjang lainnya adalah penyediaan
ruang untuk perpustakaan keluarga atau pojok baca berserta rak buku, meja,
kursi dan perangkat penunjang lainnya.
3.
Capaian dan dampak
a. Peningkatan pengetahuan
Kegemaran membaca akan berdampak kepada
meningkatnya pengetahuan setiap anggota keluarga berdasarkan kuantitas dan
kualitas sumber informasi yang diaksesnya.
b. Kreativitas dan keterampilan komunikasi
Kegemaran membaca
menurut sejumlah penelitian akan meningkatkan kreativitas dan keterampilan
komunikasi seorang individu, baik komunikasi verbal maupun tulisan.
c. Perilaku literat
Kegemaran
membaca akanmenjadikan seorang individu memiliki perilaku literat yang memiliki
pola pikir (mindset), perilaku dan
karakter terbuka, kritis, empatik, dan bertanggung jawab.
d. Peningkatan kualitas hidup
Kegemaran
membaca berimbas kepada kecakapan mengolah dan memanfaatkan informasi untuk
melakukan perencanaan hidup yang lebih baik dan terukur.
C. Menumbuhkan
Lingkungan yang Kondusif
Melihat perkembangan zaman saat ini, kegiatan
membaca tidak lagi diartikan hanya mencari sumber informasi dari buku dan
majalah saja, namun sebagian besar informasi yang diperoleh justru berasal dari
internet dan media sosial melalui komputer dan gawai. Berdasarkan hasil studi
Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) pada tahun 2018, ada sebanyak 171,17 juta jiwa yang sudah
terhubung ke internet angka ini setara 64,8% dari total penduduk Indonesia
264,16 juta jiwa.
Para penyuluh harus memperhatikan kondisi ini sekaligus membuat
komparasi membaca konvensional dan membaca konten di media digital. Namun untuk
meletakan dasar kegemaran membaca, penyuluh harus dapat meyakinkan pentingnya
membaca dengan metode konvensional (membaca buku, majalah dan bahan cetak
lainnya) dengan menguraikan manfaat dari berbagai aspek seperti aspek
kesehatan, ekonomi dan lingkungan.
Selain itu perlu dalam kegiatan penyuluhan
perlu diperhatikan kondisi geografis, sosial, ekonomi dan budaya dimana
keluarga itu berada. Ini akan menentukan pendekatan, materi dan gaya penyuluhan
agar efektif diterima dan diaplikasikan oleh keluarga yang terlibat di dalam
kegiatan penyuluhan. Gunakan pendekatan yang berbasis kearifan lokal atau pun
pendekatan agama untuk menumbuhkan kegemaran membaca di keluarga lebih efektif.
D. Indikator
Khusus Keberhasilan Pelaksanaan Kegiatan Penyuluh Kegemaran Membaca Melalui Keluarga
1. Frekuensi membaca dalam keluarga setiap
harinya;
2. Jumlah dan variasi bahan bacaan yang dimiliki
keluarga;
3. Keluarga menjadi komunikatif baik secara verbal
maupun dalam tulisan; dan
4. Perubahan pola pikir, perilaku dan kualitas
hidup di keluarga.
Secara umum
penyuluh melakukan transfer ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada keluarga
sasaran yang dituju terutama para orang tua untuk menjadi agen perubahan di
rumah dan lingkungan mereka. Orang tua diharapkan akan langsung mempraktikan
membaca sebagai sebuah kebutuhan dan kebiasaan sehingga mereka merasakan
manfaat dan dampak dari kebiasaan membaca. Pada akhirnya kebiasaan dan
kegemaran membaca menjadi keterampilan yang merubah paradigma dan perilaku
keluarga ke arah yang lebih baik sekaligus menaikan kualitas dan taraf hidup
keluarga Indonesia.
BAB III
PEDOMAN PENYULUH PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA
DI SATUAN PENDIDIKAN
A. Prinsip Program Penyuluhan Pembudayaan
Kegemaran Membaca di
Satuan Pendidikan
Agar dapat berjalan secara efektif dalam jangka panjang,
pelaksanaan program penyuluhan kegemaran membaca perlu memperhatikan beberapa
prinsip sebagai berikut:
1.
Menyeluruh.
Program penyuluhan kegemaran membaca tak hanya
menyentuh kegiatan di luar
jam pembelajaran dan ekstrakurikuler di satuan pendidikan dalam
bentuk pembudayaan 15 menit membaca serta pembentukan klab membaca dan menulis.
Khususnya, program ini perlu menyentuh kegiatan intrakurikuler atau
pembelajaran. Guru dan pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah perlu memperkenalkan peserta didik kepada
sebanyak mungkin sumber pembelajaran berupa buku-buku pengayaan dalam bentuk
cetak, visual, dan digital dalam model pembelajaran yang melibatkan peserta
didik secara aktif.
2. Partisipatif.
Program penyuluhan kegemaran membaca melibatkan
seluruh warga sekolah dalam koordinasi Tim Literasi Satuan pendidikan (TLS).
Pelibatan warga sekolah secara menyeluruh penting untuk menumbuhkan rasa
memiliki pada setiap warga sekolah terhadap program penumbuhan minat baca ini.
Pihak eksternal satuan pendidikan, seperti orang tua, alumni, dunia usaha dan
industri dapat memberikan kontribusi finansial maupun gagasan terhadap pengembangan
program ini.
3. Kontekstual.
Program penyuluhan kegemaran membaca perlu
memperhatikan konteks kebutuhan warga sekolah; khususnya minat dan preferensi
peserta didik. Jenis kegiatan dan jenis bacaan perlu disesuaikan usia,
preferensi berdasarkan gender, serta kebutuhan spesifik peserta didik.
Pengadaan bahan bacaan tentu perlu memperhatikan kebutuhan warga sekolah yang
lain yaitu guru, tenaga kependidikan, dan orang tua yang berkunjung ke satuan
pendidikan.
4.
Inovatif.
Program penyuluh pembudayaan kegemaran membaca perlu
menanggapi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi warga sekolah. Misalnya,
dalam memperingati bulan kemerdekaan, satuan pendidikan dapat mempromosikan
bahan bacaan terkait tema kemerdekaan. Demikian pula, program membaca mengakomodasi
isu terkait perundungan
(bullying), karir, dll. Program penyuluhan kegemaran membaca juga perlu terlaksana
dengan format dan tema yang terus berganti. Inovasi ini perlu terlaksana dengan
dukungan warga sekolah maupun pihak eksternal satuan pendidikan.
5.
Menyenangkan.
Kegemaran membaca di satuan pendidikan
dirancang untuk meningkatkan kemampuan guru dan pustakawan/tenaga pengelola
perpustakaan sekolah untuk menciptakan program penumbuhan minat baca yang
menyenangkan dan sesuai minat peserta didik. Program penumbuhan minat baca perlu mempertimbangkan preferensi peserta didik menurut usia, gender, gaya belajar, serta
menggunakan jenis teks multimodal (cetak, digital, dan audiovisual).
B. Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Pembudayaan
Kegemaran Membaca di
Satuan Pendidikan
Dengan mempertimbangkan
kelima prinsip tersebut, kebijakan satuan pendidikan
untuk menumbuhkan budaya membaca sebaiknya menyentuh empat aspek; 1) Lingkungan
fisik satuan pendidikan, 2) Inovasi
program membaca yang menyenangkan, dan 3) Pengembangan kapasitas guru dan pustakawan/tenaga
pengelola perpustakan sekolah. Penjabaran keempat
strategi itu adalah sebagai berikut.
1. Menciptakan lingkungan fisik satuan pendidikan
yang kaya bacaan.
Upaya untuk menciptakan
lingkungan satuan pendidikan yang literat antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Menyediakan buku bacaan di
perpustakaan sekolah dan sudut baca kelas. Perpustakaan sekolah dapat diakses
peserta didik setiap hari sebelum dan sesudah jam pelajaran serta pada jam
istirahat satuan pendidikan. Selain itu, pojok baca perlu terdapat di setiap
kelas dan pada tempat tertentu di halaman atau koridor satuan pendidikan.
Gambar. 7: Area baca di SMAN I Pontianak
|
b.
Membuat peserta didik mengenal buku lebih dekat.
Misalnya, perpustakaan sekolah mempromosikan buku
minggu ini atau buku bulan ini dengan memajang sinopsis, ulasan buku, biodata
penulis pada majalah dinding dan tempat yang mudah dilihat oleh peserta didik. Pemilihan
buku dapat disesuaikan dengan tema atau peringatan hari tertentu di satuan
pendidikan.
c. Memberikan kesempatan
kepada warga sekolah; kepala satuan pendidikan, guru, pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah, untuk menuliskan pendapatnya tentang buku
favoritnya dan mengapa mereka menyukai buku tersebut. Kumpulan pendapat ini
dapat dipajang di majalah dinding satuan pendidikan atau pada dinding di pojok
baca kelas.
d. Melibatkan warga sekolah
dalam menghias dinding kelas dan satuan pendidikan dengan kutipan-kutipan dari
buku favorit.
e. Menyediakan koleksi
bacaan, baik cetak, audio, maupun digital yang berkualitas serta bervariasi di perpustakaan dan di pojok baca satuan pendidikan. Koleksi bacaan
satuan pendidikan terdiri dari buku fiksi dan nonfiksi dengan variasi genre dan
tema yang mempertimbangkan preferensi gender, usia dan ragam minat peserta
didik. Koleksi bacaan juga perlu memiliki buku dengan jumlah teks yang sesuai
dengan kemampuan membaca peserta didik. Koleksi buku fiksi menyediakan pilihan
bacaan klasik dan populer, dengan cerita yang berkualitas baik, tokoh yang
kuat, dengan nilai moral yang disampaikan dengan tanpa menggurui.
f. Perpustakaan sekolah didesain menjadi perpustakaan ramah anak yang
nyaman dan menyenangkan. Perpustakaan sekolah perlu dilengkapi dengan sarana
seperti tempat duduk, karpet, bantal-bantal tempat peserta didik membaca buku
favorit mereka dengan nyaman.
|
2. Menghidupkan Buku Melalui Program Membaca yang
Menyenangkan
Upaya untuk menghidupkan
buku melalui program membaca yang menyenangkan antara lain adalah sebagai
berikut:
a.
Adanya program membacakan nyaring (read aloud) untuk peserta didik yang
dilakukan oleh guru, pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah, tokoh masyarakat, alumni, atau peserta didik
yang lebih senior. Kegiatan membacakan nyaring juga dapat dilakukan untuk
peserta didik yang telah dapat membaca dengan mahir kepada teman atau adik
kelasnya. Dengan mendengarkan sebuah teks fiksi atau nonfiksi yang dibacakan,
peserta didik dapat menangkap kesan mendalam yang disampaikan oleh pembaca
dengan intonasi dan irama yang tepat dan menyentuh. Guru dan pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan
sekolah dapat memilih beberapa paragraf dari bacaan fiksi untuk dibacakan dengan
nyaring dan berhenti pada bagian yang menarik untuk diteruskan keesokan
harinya.
b.
Warga sekolah mendiskusikan atau membicarakan
buku secara kreatif. Kegiatan membicarakan buku dapat dilakukan dengan beberapa
cara :
1)
Peserta didik memilih sebuah buku untuk dibaca
dengan salah satu temannya. Mereka kemudian dapat mendiskusikan isi buku
tersebut.
2)
Peserta didik menyajikan isi buku kepada teman
sekelasnya dengan cara yang kreatif.
3)
Guru dan pustakawan/tenaga perpustakaan sekolah mengadakan diskusi buku
secara berkala. Beberapa orang dapat membagi tugas membaca bab yang berbeda
dari sebuah buku lalu mendiskusikan isinya setelah selesai membaca.
4) Peserta didik mengonversi
isi sebuah buku ke dalam bentuk gambar, film pendek, atau format yang lain.
Mereka juga dapat membayangkan menjadi sang penulis dan mengubah akhir sebuah
cerita.
c. Warga sekolah memerankan
isi sebuah buku. Guru,
pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan sekolah dan peserta didik dapat
bersama-sama memilih cerita untuk diperankan. Dalam merencanakan pengembangan
cerita untuk diperankan, mereka menulis dan mengembangkan dialog tokoh dalam
buku. Kegiatan drama dan bermain peran memberikan kesempatan kepada pembaca
untuk mendalami cerita, karakter tokoh, sehingga menumbuhkan minat mereka
terhadap bacaan dan mengembangkan imajinasinya.
d. Komunitas/klab baca.
Satuan
pendidikan memfasilitasi terbentuknya komunitas atau klab membaca berdasarkan genre, penulis, atau tema. Dalam
komunitas ini, pembaca dapat bertukar pikiran, informasi, dan berdiskusi
tentang buku yang dibaca. Ajaklah peserta didik untuk bergabung dalam komunitas
pembaca online yang lebih luas seperti goodreads.
Guru/pustakawan atau tenaga pengelola perpustakaan
sekolah dapat menjadi model membaca dengan bergabung dalam komunitas ini dan
membagi ulasannya terhadap bacaan.
Gambar.11: Peserta
Didik Mempresentasikan Buku Favorit di Perpustakaan Sekolah Alam
e.
Penulis, ilustrator,
editor, dan desainer buku anak
dan remaja diundang ke satuan pendidikan untuk membicarakan tentang proses kreatif
pembuatan buku. Mengundang kreator buku ke satuan pendidikan mendekatkan dunia
penciptaan buku kepada peserta didik. Peserta didik dapat mengenal profesi
ilustrator, penulisan dan penyuntingan
buku serta menelusuri karya-karya ilustrator dan penulis yang pernah mereka temui.
f. Satuan pendidikan
mengagendakan terlaksananya pekan buku, festival literasi, atau hari buku secara berkala. Dalam kegiatan tersebut, buku-buku dihidupkan secara
menyenangkan dalam kegiatan lomba-lomba, pementasan cerita dari buku, pentas
musikalisasi puisi, dll.
g. Perpustakaan sekolah memiliki program penumbuhan minat baca yang
menarik dan menyenangkan. Misalnya, untuk memeringati hari besar nasional dan
keagamaan, pustakawan meletakkan pertanyaan kuiz terkait tema peringatan yang
jawabannya dapat ditemukan pemustaka dalam buku. Pustakawan/Tenaga pengelola
perpustakaan juga dapat memajang buku-buku pengayaan yang terkait dengan tema
peringatan tersebut. Selain itu, Pustakawan/Tenaga pengelola perpustakaan juga
dapat mengadakan lomba membuat sinopsis atau riset tentang buku tertentu untuk
meningkatkan jumlah peminjaman buku.
3.
Pengembangan Kapasitas
Profesionalisme
Guru dan Pustakawan/Tenaga Pengelola Perpustakaan sekolah
Upaya untuk pengembangan
kapasitas profesional guru dan pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah antara lain adalah sebagai berikut:
a. Guru memasukkan kegiatan
membaca buku pengayaan dan buku referensi dalam agenda peningkatan
profesionalisme mereka. Kegiatan mendiskusikan buku dilakukan secara berkala
dalam koordinasi kepala satuan pendidikan. Hal ini penting karena guru dan pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan
sekolah yang mencintai bacaan tak hanya sekadar meminta peserta didik membaca
buku, namun mereka juga membaca bersama dan mengetahui cara mendiskusikan buku
bersama peserta didik. Ketika mendiskusikan buku, guru dan pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan
sekolah dapat mengajak peserta didik untuk membicarakan kekuatan cerita,
menganalisis tokoh dan elemen lain dalam buku agar menumbuhkan minat peserta
didik terhadap cerita. Mendiskusikan buku juga memfasilitasi perkembangan
kemampuan berpikir peserta didik melalui buku.
b.
Guru dan pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan sekolah berkolaborasi
menjalankan program penyuluhan kegemaran membaca dan peningkatan mutu
pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dalam kegiatan sebagai berikut.
1)
Dengan seizin Pustakawan/Tenaga pengelola perpustakaan, guru
melaksanakan kegiatan pembelajaran di perpustakaan sekolah. Di perpustakaan,
guru dan pustakawan/tenaga pengelola
perpustakaan sekolah membimbing peserta didik mencari buku
referensi, memindai informasi, dan memilih informasi yang mereka butuhkan.
2)
Guru mengundang pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan ke kelas
untuk membantunya membimbing peserta didik melakukan riset terkait materi pembelajaran.
3)
Pustakawan/Tenaga pengelola membantu guru memilih sumber pembelajaran yang
relevan dengan materi pembelajaran tertentu.
c. Guru saling berkolaborasi
untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Guru dapat
melakukan rapat kerja guru di awal tahun atau awal
semester untuk memetakan kompetensi dasar dalam mata pelajaran dan
mengidentifikasi kompetensi dasar yang saling terkait antar mata pelajaran.
Guru kemudian dapat menyepakati proyek pembelajaran (dengan model pembelajaran
berbasis proyek/project-based learning sebagaimana
tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016) dengan tema tertentu.
Secara berkolaborasi, mereka dapat mengidentifikasi sumber pembelajaran dalam
bentuk buku pengayaan atau sumber-sumber yang lain.
d.
Pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah perlu terlibat aktif dalam asosiasi profesi
pustakawan (IPI), khususnya asosiasi
perpustakaan sekolah (FPSI, APISI) atau asosiasi/komunitas yang lain untuk meningkatkan kompetensi dan
mencari inspirasi pemanfaatan perpustakaan sekolah secara menyenangkan dan kreatif.
e.
Guru perlu berpartisipasi aktif dalam komunitas
literasi, TBM, atau lembaga profesi di luar satuan pendidikan seperti Kelompok
Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Demikian pula,
kepala satuan pendidikan perlu berpartisipasi aktif dalam forum kepala satuan
pendidikan. Partisipasi kepala satuan pendidikan dan guru dalam forum-forum ini
bermanfaat untuk menumbuhkan inisiatif terkait penumbuhan minat baca yang dapat
diperoleh dari pertukaran informasi dengan kolega di satuan pendidikan lain
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kegemaran Membaca di Satuan Pendidikan
Kegiatan penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca perlu
mempertimbangkan temuan empiris tentang minat baca berikut agar dapat
merumuskan strategi dan pendekatan yang tepat bagi warga sekolah dengan latar
belakang sosial dan ekonomi yang beragam.
1. Latar belakang sosial
ekonomi memengaruhi minat membaca. Orang dewasa yang berpendidikan dan
berpenghasilan menengah ke atas lebih meluangkan waktunya untuk membaca
ketimbang mereka yang berpenghasilan lebih rendah (DJS Research and Book Trust,
2013). Program penyuluh
pembudayaan kegemaran membaca, dengan demikian, perlu merancang inovasi untuk
menggugah kesadaran orang tua peserta didik, terutama mereka yang berasal dari
kalangan keluarga dengan penghasilan rendah. Hal ini penting karena
keberhasilan penumbuhan budaya membaca di satuan pendidikan dipengaruhi oleh
pembiasaan di rumah.
2. Semakin dewasa usia
peserta didik, semakin berkurang minat mereka kepada bacaan. Dengan demikian,
program penyuluhan membaca untuk pembaca di jenjang SMP dan SMA perlu dibuat
dengan lebih menarik serta memperhatikan minat mereka.
3. Anak dan remaja perempuan
lebih menyukai membaca ketimbang laki-laki dalam kelompok umur yang sama
(PIRLS, 2007). Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi preferensi genre
bacaan. Anak dan remaja perempuan cenderung menyukai genre drama sedangkan
pembaca laki-laki menyukai genre petualangan dan misteri (Clark & Rumbold,
2006). Berdasarkan hal ini, koleksi buku bacaan perlu memiliki jenis, tema, dan
genre yang mengakomodasi preferensi pembaca laki-laki dan perempuan.
4. Motivasi intrinsik dalam
membaca – yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri – lebih efektif membuat
anak gemar membaca ketimbang motivasi ekstrinsik, seperti tantangan membaca,
insentif dan hadiah-hadiah (De Naeghel et. al., 2012). Namun demikian,
kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstrinsik seperti lomba, tantangan, permainan
untuk menumbuhkan minat anak terhadap bacaan, dapat menjadi gerbang awal
kebiasaan membaca. Minat ini harus terus dipupuk dan ditumbuhkan dengan
kegiatan-kegiatan untuk menyemai motivasi intrinsik terhadap bacaan.
5.
Kegemaran membaca akan bertahan lebih lama
apabila tumbuh motivasi intrinsik dalam diri pembaca. Apabila pembaca
memperoleh kesenangan, ketenangan, dan merasa terhibur oleh bacaan, maka minat membaca akan tumbuh lebih lama
(Clark dan Rumbold, 2006). Penelitian Clark dan Foster (2005) juga menunjukkan
bahwa pembaca berusia anak dan remaja cenderung menyukai cerita fiksi,
khususnya petualangan dan misteri, ketimbang bacaan nonfiksi. Preferensi ini
seharusnya mendorong perpustakaan sekolah untuk memperbanyak jenis bacaan
fiksi.
D. Siapakah Mitra Penyuluh
Pebudayaan Kegemaran Membaca
di Satuan Pendidikan?
Warga sekolah menjadi
ujung tombak pelaksanaan penyuluhan kegemaran membaca di satuan pendidikan. Penyuluh pembudayaan kegemaran membaca di satuan pendidikan perlu bermitra dengan warga sekolah agar
program penyuluhan membaca di satuan pendidikan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
1.
Kepala satuan pendidikan.
Sebagai inisiator
kebijakan dan pengelola di satuan pendidikan, kepala
sekolah mengidentifikasi tantangan dalam upaya
penumbuhan kegemaran membaca, lalu menghimpun potensi di satuan pendidikan dalam mengatasi tantangan
tersebut. Kepala sekolah perlu:
a.
Melibatkan warga sekolah dalam mengidentifikasi
potensi, tantangan, serta merancang program penyuluhan kegemaran membaca.
b.
Membentuk Tim Literasi Satuan pendidikan (TLS)
dengan struktur organisasi yang efisien dan efektif untuk melaksanakan rencana
penyuluhan kegemaran membaca.
c.
Mengawasi implementasi program penyuluhan
kegemaran membaca.
d. Melakukan monitoring dan
evaluasi berkala untuk memastikan efektivitas program.
2. Tim Literasi Satuan Pendidikan (TLS)
Tim Literasi Satuan
Pendidikan (TLS) adalah tim khusus yang melibatkan kepala sekolah, guru, pustakawan sekolah/tenaga pengelola perpustakaan sekolah, peserta didik (apabila
memungkinkan), serta orangtua peserta didik dan komite satuan pendidikan. Tim ini menjalankan program penyuluhan kegemaran membaca
agar dapat mencapai tujuannya secara efektif. Dalam menjalankan tugasnya, tim ini dapat terintegrasi dengan tim lain
(tim penjaminan mutu pendidikan satuan pendidikan, tim pendidikan penguatan
karakter, tim unit kesehatan sekolah, dll) yang meningkatkan kualitas kegiatan
sekolah.
3.
Guru dan Pustakawan/Tenaga
pengelola perpustakaan sekolah.
Guru dan Pustakawan/Tenaga
pengelola perpustakaan adalah figur teladan bagi peserta didik dalam upaya
penumbuhan budaya membaca. Penting bagi guru dan Pustakawan/Tenaga pengelola perpustakaan untuk menunjukkan
minatnya kepada buku pengayaan, terutama dalam kegiatan 15 menit membaca
sebelum jam pembelajaran, atau memanfaatkan buku pengayaan tersebut pada jam
pembelajaran. Pustakawan sekolah/Tenaga
peneglola perpustakaan perlu menjadi figur teladan membaca dengan bersikap
proaktif mempromosikan kegemaran membaca.
4.
Peserta didik.
Peserta didik menjadi
sasaran terpenting dalam penyuluhan kegemaran membaca. Untuk membangkitkan
motivasi peserta didik, satuan pendidikan perlu memberikan apresiasi kepada
peserta didik yang menunjukkan minat dalam membaca, misalnya mereka yang
membaca lebih banyak buku, sering mengunjungi perpustakaan sekolah, atau menyelesaikan sinopsis buku dengan baik.
Penghargaan terhadap mereka dapat ditunjukkan dalam kegiatan upacara di satuan
pendidikan. Peserta didik yang
menunjukkan sikap kegemaran membaca dapat dijadikan Duta Baca atau Duta
Literasi.
5.
Orang tua dan komite
satuan pendidikan.
Keterlibatan orang tua peserta didik dan komite satuan sekolah dalam penyelenggaraan program penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca
menjamin keberlangsungan program ini dalam jangka panjang. Keterlibatan mereka
dari tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi akan meningkatkan rasa
memiliki terhadap program ini dan menumbuhkan inisiatif mereka untuk
mempertahankan implementasi program dalam jangka panjang.
E. Manfaat Kegemaran Membaca di Satuan Pendidikan
Kegiatan membaca untuk
kesenangan (reading for pleasure) adalah
semua aktivitas membaca
yang menumbuhkan kesenangan dan kepuasan dalam diri pembaca sehingga menyebabkan
seorang pembaca “tenggelam” dalam buku yang dibacanya (Nell, 1988). Menurut The
Reading Agency (Wilkinson, 2015), kegemaran membaca tak hanya bermanfaat
bagi peserta didik, namun juga warga sekolah yang lain, yaitu guru dan pustakawan sekolah/tenaga
pengelola perpustakaan. Peserta didik yang gemar memanfaatkan
waktunya untuk membaca akan:
1.
Meningkat daya konsentrasinya,
sehingga rentang perhatiannya dalam menyimak pelajaran pun menjadi lebih baik.
2.
Memiliki kemampuan memahami bacaan
yang lebih baik dibandingkan mereka yang kurang suka membaca.
3.
Lebih percaya diri, lebih mudah
mengontrol emosi, dan lebih peduli kepada orang lain sehingga meningkatkan
kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
4.
Lebih baik kemampuan numerasinya
dibandingkan mereka yang kurang membaca.
5.
Memiliki kemampuan akademik yang
lebih baik dibandingkan mereka yang kurang suka membaca.
Bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus, kegemaran
membaca akan meningkatkan sikap hidup positif dan kesadaran hidup sehat.
Sedangkan orang dewasa -- kepala sekolah, guru dan pustakawan -- yang gemar
memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca cenderung untuk:
1.
Lebih toleran dan memiliki kesadaran tentang
keragaman budaya.
2.
Memiliki kesadaran untuk melayani orang lain
secara lebih baik.
3.
Memiliki motivasi yang lebih baik untuk
mempelajari hal baru, sehingga terus berinovasi untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
Secara umum, kegemaran membaca tidak hanya meningkatkan
kompetensi intelektual dan akademik warga sekolah, namun juga meningkatkan kecakapan sosial dan pemberdayaan mereka. Secara
tidak langsung, kegemaran membaca bahkan meningkatkan kualitas kesehatan,
memperpanjang usia harapan hidup, sehingga meningkatkan Kualitas Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
F. Pelibatan Masyarakat
Untuk Melaksanakan Program Penyuluh
Pembudayaan Kegemaran
Membaca yang Berkelanjutan
Beberapa upaya pelibatan
publik untuk menjamin penyuluhan program penumbuhan kegemaran membaca yang berkelanjutan
antara lain sebagai berikut:
1.
Melibatkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Penyuluh kegemaran membaca mendampingi satuan pendidikan untuk
menawarkan kerjasama kepada perusahaan, TBM atau komunitas literasi untuk
mendukung terlaksananya kegiatan program.
2.
Satuan
pendidikan berkolaborasi dengan lembaga pemerintahan daerah terkait penyuluhan
kegemaran membaca. Misalnya, satuan pendidikan mengundang mobil perpustakaan keliling dari Dinas perpustakaan daerah untuk datang ke
satuan pendidikan secara berkala dan melakukan wisata kunjungan ke Perpustakaan
Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu, satuan pendidikan perlu menginformasikan
kegiatan atau mengundang perwakilan lembaga pemerintahan dalam penyelenggaraan
festival atau pekan literasi di satuan pendidikan.
3.
Melibatkan orang tua peserta
didik dalam
program-program penumbuhan kegemaran
membaca. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan:
a.
Mengundang orang tua peserta didik ke satuan pendidikan
untuk membacakan buku kepada peserta didik.
b.
Melibatkan orang tua peserta didik sebagai panitia kegiatan
pekan buku atau festival literasi satuan pendidikan.
c.
Menugaskan pekerjaan rumah kepada peserta didik untuk membacakan buku kepada orang
tua dan mendiskusikan buku dengan orang tua di rumah.
d.
Meminta orang tua peserta didik menyumbangkan buku untuk koleksi pojok baca atau
perpustakaan sekolah.
e.
Menyediakan
buku yang menarik minat orang tua peserta didik di perpustakaan sekolah.
Buku-buku ini juga dapat disediakan di ruang tunggu orang tua peserta didik.
f.
Mengadakan
kegiatan pertemuan orang tua peserta didik, seperti diskusi parenting, di perpustakaan sekolah.
4.
Sekolah
melibatkan Perpustakaan Provinsi/ kabupaten/kota/desa/kelurahan, TBM di sekitar sekolah dan komunitas pegiat
literasi lainnya untuk mengadakan pekan buku, festival literasi, bedah buku,
diskusi dengan penulis, dll.
5.
Selalu menginformasikan kegiatan penumbuhan kegemaran membaca melalui forum media
sosial dan laman satuan pendidikan kepada alumni, Perpustakaan Provinsi/kabupaten/kota/desa/kelurahan,
komunitas TBM, dan jejaring yang dimiliki satuan pendidikan.
G. Indikator Khusus Program
Penyuluhan Pembudayaan Kegemaran Membaca di Satuan
Pendidikan
Dalam
mengevaluasi efektivitas dan keberhasilan program penyuluh pembudayaan kegemaran
membaca di satuan pendidikan, penyuluh perlu memastikan apakah sekolah telah melakukan empat hal di bawah ini
:
1.
Apakah lingkungan fisik satuan
pendidikan telah dibuat menarik, diperkaya dengan teks baik cetak maupun digital sehingga
meningkatkan minat peserta didik untuk membaca?
2.
Apakah program-program penumbuhan
kegemaran membaca telah dirancang dengan menarik dan inovatif serta sesuai
dengan kebutuhan juga minat peserta didik?
3.
Apakah kegiatan peningkatan
profesionalisme telah dilakukan kepada guru dan pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan sekolah sehingga
mereka mampu menjadi figur teladan membaca?
4.
Apakah program penyuluh pembudayaan kegemaran membaca telah
melibatkan masyarakat, yaitu pihak
eksternal satuan pendidikan, sehingga program ini dapat berlangsung dalam
jangka panjang?
Secara detail, empat pertanyaan ini
diturunkan dalam indikator sebagai berikut:
No
|
Aspek
|
Indikator
|
Belum
|
Sudah sebagian
|
Sudah
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
1
|
Lingkungan
fisik satuan pendidikan kaya bacaan
|
Perpustakaan sekolah
dapat diakses oleh peserta didik setiap hari.
|
|
|
|
Perpustakaan sekolah didesain dengan nyaman dan menyenangkan.
|
|
|
|
||
Setiap kelas memiliki
pojok baca.
|
|
|
|
||
Satuan pendidikan
memiliki pojok baca di luar kelas.
|
|
|
|
||
Kepala satuan pendidikan,
guru, pustakawan /tenaga pengelola
perpustakaan sekolah menuliskan opini tentang buku atau kutipan
dari buku pada majalah dinding.
|
|
|
|
||
Dinding satuan pendidikan
dihiasi dengan ungkapan motivasi atau kutipan dari buku terkenal.
|
|
|
|
||
Koleksi buku pengayaan di perpustakaan sekolah dan pojok baca
satuan pendidikan bervariasi dan terus berganti.
|
|
|
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
2
|
Program
inovatif penumbuhan minat baca
|
Guru menggunakan buku
pengayaan sebagai salah satu sumber belajar
|
|
|
|
Ada program kampanye
minat baca yang menarik seperti membacakan buku dengan nyaring (read aloud)
|
|
|
|
||
Terdapat program pemanfaatan perpustakaan sekolah yang kreatif
dan menarik minat peserta didik.
|
|
|
|
||
Peserta didik dan guru/pustakawan sekolah/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah mendiskusikan buku yang
telah mereka baca dengan cara-cara yang kreatif.
|
|
|
|
||
Satuan pendidikan
mengadakan acara pekan buku, festival literasi, dll.
|
|
|
|
||
Terbentuk dan
terfasilitasinya klab baca sebagai kegiatan ekstrakurikuler satuan
pendidikan.
|
|
|
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
3
|
Peningkatan
profesionalisme guru, pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah
|
Guru membaca dan
mendiskusikan buku pengayaan atau referensi secara berkala.
|
|
|
|
Guru berkolaborasi dengan pustakawan/tenaga
pengelola perpustakaan sekolah dalam
menjalankan program penyuluhan kegemaran membaca dan peningkatan mutu
pembelajaran.
|
|
|
|
||
Guru saling berkolaborasi
untuk merancang pembelajaran yang menyenangkan menggunakan beragam sumber
pembelajaran, termasuk buku pengayaan.
|
|
|
|
||
Pustakawan/tenaga pengelola perpustakaan sekolah berperan aktif
dalam asosiasi profesi pustakawan
(IPI) dan asosiasi pustakawan perpustakan sekolah (FPSI, ATPUSI)
.
|
|
|
|
||
Guru berperan aktif dalam
KKG, MGMP, dll.
|
|
|
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
4
|
Pelibatan
masyarakat dalam program penyuluhan Pembudayaan kegemaran
membaca
|
Satuan pendidikan, dengan
bantuan Komite Satuan pendidikan, menawarkan kerjasama dengan pihak eksternal
satuan pendidikan untuk mendukung kegiatan penumbuhan minat baca di satuan
pendidikan.
|
|
|
|
Satuan pendidikan
mengundang mobil perpustakaan keliling ke
satuan pendidikan atau merotasi buku dengan perpustakaan Provinsi/kabupaten/kota/desa/kelurahan,
TBM dan komunitas literasi lain.
|
|
|
|
||
Satuan pendidikan
melibatkan orang tua dalam kegiatan literasi, misalnya mengundang untuk
membacakan buku atau memberi sumbangan buku.
|
|
|
|
||
Satuan pendidikan selalu
menginformasikan kegiatan literasi satuan pendidikan kepada anggota jejaring
melalui media sosial atau laman.
|
|
|
|
BAB IV
BAB IV
PEDOMAN PENYULUH PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA
DI MASYARAKAT
Kegiatan penyuluh pembudayaan kegemaran membaca melalui masyarakat adalah
sebuah kegiatan yang tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai sasaran program
pembudayaan kegemaran membaca, lebih jauh dari itu adalah bagaimana menjadikan
masyarakat berdaya untuk menjadi agen perubahan kegiatan membaca di
lingkungannya. Dibandingkan dengan kegiatan pembudayaan kegemaran membaca
melalui keluarga ataupun sekolah yang cenderung menjadi kegiatan yang eksklusif
dimana hanya mungkin diikuti oleh anggota keluarga atau siswa-siswinya sendiri,
maka kegiatan pembudayaan kegemaran membaca melalui masyarakat adalah kegiatan
yang inklusif bagi siapapun anggota masyarakat yang ingin terlibat. Pola
hubungan yang dibangun bukan hanya bersifat vertikal (Orang tua–Anak, Guru–Peserta Didik) tapi juga pola hubungan yang bersifat horisontal dan setara dimana setiap
orang bisa menjadi guru dan setiap orang bisa menjadi murid.
Pendekatan dilakukan melalui kegiatan membaca untuk kesenangan (reading for pleasure), membaca untuk memperoleh pengetahuan (informative reading) dan membaca
untuk melatih kemampuan membaca (reading
to learn). Semakin bermanfaat dan semakin menyenangkan kegiatan membaca,
semakin mampu menarik masyarakat untuk terlibat baik sebagai peserta maupun
sebagai penyelenggara. Frekuensi dan durasi membacapun jadi meningkat.
Masyarakat tidak hanya berlatih membaca teks (kemampuan membaca teknis) tapi
juga berlatih untuk memahami teks yang dibaca (kemampuan membaca fungsional).
Oleh karenanya penyuluh perlu memahami prinsip dasar literasi baca dan memiliki
kemampuan untuk merancang kegiatan-kegiatan pembudayaan kegemaran membaca yang
memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi secara luas dan mendalam.
A.
Prinsip Dasar Literasi Baca
Literasi baca
merupakan induk dari segala jenis literasi bahkan dapat
dikatakan sebagai makna awal literasi, meskipun kemudian dari waktu ke waktu makna tersebut mengalami perubahan
serta perkembangan. Pada mulanya literasi baca
sering dipahami sebagai melek
aksara, dalam arti tidak buta huruf secara teknis. Kemudian melek aksara dipahami
sebagai pemahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. Dan yang terkini adalah kemampuan untuk menggunakan segenap potensi dan keterampilan yang
dimiliki dalam hidupnya yang mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
Berikut beberapa prinsip dasar literasi baca yang perlu
dipahami:
1.
Menyeluruh
Literasi baca adalah literasi yang tidak terpisah dari aspek literasi lain dan menjadi bagian elemen yang saling berkait, baik internal maupun eksternal. Pengembangan dan implementasi literasi baca berkait dengan pengembangan dan implementasi literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan.
Literasi baca adalah literasi yang tidak terpisah dari aspek literasi lain dan menjadi bagian elemen yang saling berkait, baik internal maupun eksternal. Pengembangan dan implementasi literasi baca berkait dengan pengembangan dan implementasi literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan.
2. 1.
Keterpaduan
Literasi baca harus memadukan secara sistematis, menghubungkan, merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan secara sinergis berbagai macam hal seperti kebijakan-aturan-norma, program-kegiatan, perencanaan-pelaksanaan-evaluasi serta kolaborasi pihak-pihak yang terlibat.
Literasi baca harus memadukan secara sistematis, menghubungkan, merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan secara sinergis berbagai macam hal seperti kebijakan-aturan-norma, program-kegiatan, perencanaan-pelaksanaan-evaluasi serta kolaborasi pihak-pihak yang terlibat.
3. 2.
Keberlanjutan
Literasi baca harus dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, tidak hanya sekali jadi dan selesai dalam satuan waktu tertentu. Partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak terkait perlu terus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu.
Literasi baca harus dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, tidak hanya sekali jadi dan selesai dalam satuan waktu tertentu. Partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak terkait perlu terus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu.
4. 3.
Kontekstual
Kegiatan literasi baca didasarkan pada konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural di Indonesia. Dengan demikian kegiatan literasi baca akan memiliki penerimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.
Kegiatan literasi baca didasarkan pada konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural di Indonesia. Dengan demikian kegiatan literasi baca akan memiliki penerimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.
5. 4.
Responsif dan Adaptif
Agar membumi, maka kegiatan literasi baca perlu responsif dan adaptif
terhadap kearifan lokal masyarakat. Kearifan tersebut perlu didayagunakan secara optimal dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan literasi baca di
masyarakat.
B. Strategi Pengembangan Literasi Baca di
Masyarakat
Mengacu pada buku
Materi Pendukung Literasi Gerakan Literasi Nasional (GLN), strategi pengembangan
literasi baca di masyarakat dapat
dilakukan melalui beberapa cara seperti,
1. Penguatan Kapasitas Masyarakat dengan melakukan:
a.
Pelatihan
pengadmistrasian buku dan administrasi Perpustakaan Desa/Kelurahan, Taman Bacaan Masyarakat, seperti membuat katalogisasi buku, kartu
anggota, buku daftar pengunjung,
buku peminjaman;
b.
Pelatihan pemanfaatan
media sosial untuk publikasi layanan membaca;
c.
Pelatihan membuat dan
mengisi blog sebagai ruang kampanye gerakan membaca;
d.
Pengenalan dengan aneka macam
bahan bacaan;
e.
Pelatihan diskusi buku untuk masyarakat dan pengelola Perpustakaan Desa/Kelurahan,
Perpustakaan Komunitas serta Taman Bacaan Masyarakat;
f.
Penyediaan dan penyebarluasan
modul pelatihan literasi baca dalam beragam bentuk yang menarik;
g.
Perbincangan antar masyarakat pengelola Perpustakaan Desa/Kelurahan,
Perpustakaan Komunitas sdan Taman Bacaan Masyarakat seputar kegiatan
kreatif yang memungkinkan calon pembaca untuk datang ke Taman Bacaan Masyarakat.
2.
Peningkatan
Jumlah dan Ragam Bahan Bacaan Bermutu
a.
Pengoptimalan
ruang baca dengan menyediakan bahan bacaan yang bermutu,
baik cetak maupun elektronik sesuai dengan kebutuhan ruang baca tersebut yang bersumber dari
partisipasi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung;
b.
Pembuatan
portal yang memuat berbagai macam informasi mengenai literasi membaca.
Informasi tersebut dapat berupa tips untuk menumbuhkan minat literasi yang
inovatif, kumpulan praktik baik penerapan literasi, dan lain sebagainya.
3.
Kampanye literasi di tengah masyarakat untuk
menggaungkan gerakan literasi. Salah satu indikator keberhasilan
gerakan literasi adalah semakin banyaknya orang yang
sadar dan paham terhadap literasi serta berkemauan untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kampanye
literasi dapat diisi dengan
kegiatan yang menarik bagi masyarakat sesuai dengan karakter masyarakat di situ.
4.
Peningkatan Pelibatan Publik
a.
Melakukan rekrutmen
relawan untuk membantu gerakan literasi atau pengelolaan Taman Bacaan
Masyarakat;
b.
Meningkatkan partisipasi dari lembaga-lembaga masyarakat untuk mendukung literasi baca. Bisa dengan menjadi narasumber
di kegiatan literasi, seperti seminar, lokakarya, dan berbagai pelatihan;
c.
Membentuk kampung
literasi dengan melibatkan berbagai pihak untuk menumbuhkan dan membudayakan
minat baca serta mengembangkan sikap positif
terhadap literasi. Kampung
literasi merupakan kawasan yang digunakan untuk
mewujudkan masyarakat literat agar memiliki pengetahuan yang luas;
mewujudkan masyarakat literat agar memiliki pengetahuan yang luas;
d.
Melibatkan perguruan tinggi dalam program penelitian dan pengabdian
masyarakat untuk meningkatkan jumlah sarana dan fasilitas pendukung bermuatan bacaan, serta untuk
mengembangkan kesadaran dan kecakapan baca masyarakat;
dan
e.
Melibatkan dunia usaha dan dunia
industri untuk mendukung kegiatan literasi baca di masyarakat.
C.
Menghidupkan Buku untuk Memberdayakan Masyarakat
Buku biasanya merujuk kepada benda fisik yang bisa dibawa ke mana-mana baik
berbentuk cetak maupun elektronik. Dengan membaca buku, seseorang dapat melihat
dunia yang lebih luas dari dunia yang ada di sekitarnya. Semakin luas dunia
yang dilihatnya, maka orang tersebut semakin memahami konsekuensi atas
keputusan yang dibuatnya, meningkatkan kontrol atas keputusan tersebut dan
tindakan-tindakan yang mempengaruhinya sehingga dapat memobilisasi dirinya dan
masyarakat untuk memperkuat keterampilan dasar hidup serta meningkatkan
pengaruh pada hal-hal yang mendasari kondisi sosial dan ekonomi. Menghidupkan
buku merupakan upaya seseorang untuk memberdayakan dirinya dan masyarakatnya.
Bagaimanakah caranya menghidupkan buku agar dapat memberdayakan masyarakat?
Hal ini bisa
dilakukan dengan cara mendiskusikan dan mempraktikan isi buku. Dengan membedah dan
mendiskusikan buku, masyarakat akan memiliki pengetahuan
dan wawasan yang luas serta
bermuara pada perubahan sikap dan mental. Untuk buku-buku tertentu, masyarakat juga bisa langsung membedah dan mempraktikan isinya sehingga
berdampak pada penguasaan sebuah keterampilan hidup.
Di Perpustakaan Desa/Kelurahan, Perpustakaan Komunitas dan Taman Bacaan
Masyarakat kegiatan membedah dan
mempraktikan isi buku umumnya dikemas menjadi suatu bentuk pelatihan. Dari pelatihan
mempraktikan isi buku tersebut, tidak sedikit
individu atau kelompok masyarakat yang lahir dan berhasil menciptakan wirausahanya sendiri. Selain pelatihan, cara lain yang dapat menghidupkan
buku adalah dengan membuat film atau dramatisasi.
Meskipun buku identik dengan manfaatnya yang mampu
memberdayakan masyarakat, namun demikian masyarakat juga perlu teliti dalam
memilih buku yang baik dan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memilih buku yang
baik dan sesuai dengan kebutuhan, berikut beberapa tips yang dapat digunakan:
1 . Kenali penulisnya apakah sesuai kapasitasnya dengan materi yang
ditulisnya;
2 . Kenali penerbitnya dengan memeriksa rekam jejaknya dari buku-buku yang
diterbitkannya;
3 .
Kenali desain dan tipografinya. Amati
desainnya, apakah memudahkan
untuk dibaca atau tidak. Desain
yang ditata dengan baik dan indah akan membantu untuk memahami
isi buku dengan mudah;
4 . Kenali
ilustrasinya apakah ilustrasi tersebut mendukung isi buku atau tidak;
5 . Kenali dari sampul bukunya. Buku yang baik
memiliki sampul yang mampu
mencerminkan isi buku, memiliki desain yang menarik dan terbuat dari bahan yang kuat atau tidak gampang rusak;
6 . Baca daftar isinya. Melalui daftar isi dapat
digambarkan kandungan isi
bukunya.
7 . Kenali dari ringkasan isi buku (sinopsis) beserta kelebihannya. Biasanya sinopsis ini
ditampilkan pada sampul belakang buku. Sebelum memutuskan membeli buku,
alangkah baiknya membaca terlebih dahulu sinopsisnya, untuk memastikan bahwa buku
itu sesuai dengan kebutuhan.
D.
Menghidupkan Ruang Baca untuk Memberdayakan Masyarakat
Ruang baca selama ini identik sebagai ruang belajar dimana koleksi buku
baik berbentuk cetak maupun elektronik disimpan dan dikelola. Melalui koleksi
tersebut, masyarakat dapat belajar dan menemukan hal-hal baru. Ruang baca bisa
mengacu pada sebuah standar seperti Perpustakaan ataupun tidak mengacu pada
sebuah standar seperti Perpustakaan Desa/Keluarahan, Perpustakaan Komunitas, Pojok Baca maupun Taman Bacaan Masyarakat.
Ilmuwan Denmark Dorte Skot-Hansen, Henrik Jochumsen dan Casper Hvenegaard
Hansen memperkenalkan model untuk menggambarkan transformasi ruang baca dari
ruang koleksi berbasis pasif ke ruang yang lebih aktif dengan menambahkan 3
(tiga) fungsi lainnya yaitu memberikan pengalaman, membeikan inspirasi dan
menjadi titik pertemuan masyarakat lokal. Model ini terdiri dari empat 'ruang'
yang saling beririsan : ruang inspirasi, ruang belajar, ruang pertemuan, dan
ruang performatif. Tujuan keseluruhan empat ruang ini adalah untuk mendukung
empat misi ruang baca di masa depan, yaitu:
• Memberikan Pengalaman
• Membangun Keterlibatan
• Menghasilkan Pemberdayaan
• Menciptakan Inovasi
Keempat ruang tidak harus dilihat sebagai ruang konkrit dalam arti fisik,
melainkan sebagai ruang-ruang imajiner yang dapat diimplementasikan baik di
ruang baca fisik maupun di dunia maya.
Gambar.15: Model 4 Ruang di Ruang Baca
1.
Ruang Inspirasi
Ruang ini berfungsi untuk memberikan pengalaman yang berkesan yang dapat
membentuk persepsi akan kegiatan membaca. Bentuknya dapat berupa pengisahan
cerita dan ekspresi artistik lainnya dalam berbagai media, pola budaya, dan
genre. Ruang inspirasi membuat masyarakat ingin bergerak di luar pilihan-pilihan
yang mereka kenal. Karenanya ruang tersebut perlu terbuka untuk yang hal-hal
irasional, emosional, dan tak beraturan dengan memediasi banyak pengalaman
estetis.
2.
Ruang Belajar
Ruang belajar terutama mendukung pembaca mendapatkan pengalaman dan pemberdayaan.
Ini adalah ruang dimana anak-anak, remaja dan orang dewasa dapat menemukan dan
menjelajahi dunia. Dengan demikian meningkatkan kompetensi dan peluang mereka
mengenal dunia melalui akses bebas dan tidak terbatas ke informasi dan
pengetahuan. Belajar di ruang baca dapat menjadi pilihan menarik apabila
dikemas dalam bentuk permainan, kegiatan artistik, kursus dan banyak kegiatan
lainnya.
3.
Ruang Pertemuan
Ruang pertemuan adalah ruang publik yang terbuka yang berada di antara
rumah dan ruang aktifitas sehari-hari (sekolah, kampus, kantor) dimana
masyarakat dapat saling bertemu. Ini menjadi sebuah wadah bagi seseorang
bertemu orang-orang dengan minat yang sama walaupun memiliki nilai yang berbeda
dari dirinya sendiri. Setiap orang dapat berdiskusi bahkan berdebat disini.
Ruang pertemuan dapat dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan yang lepas (non
komit), insidentil, akrab dengan fasilitas sederhana hingga menjadi tempat
pertemuan yang lebih terorganisir, di mana topik dan masalah yang lebih besar
dapat dianalisis dan dibahas.
4.
Ruang Performatif
Ruang performatif bertujuan menarik keterlibatan masyarakat untuk
berinovasi sebagai akibat dari kegiatan membaca. Di ruang performatif, setiap
orang dapat berinteraksi dengan orang lain dan saling menginspirasi untuk
menciptakan ekspresi artistik baru. Ruang baca memberikan akses ke
materi-materi yang mendukung kegiatan kreatif tersebut. Bentuknya dapat berupa
permainan interaktif, visualisai tulisan, visualisasi gambar, bunyi dan suara
hingga kombinasi di antara semuanya. Di ruang ini, seseorang juga dapat mencari
dukungan dari masyarakat atau para profesional di bidangnya dalam menampilkan
karya-karyanya. Ruang performatif juga dapat dimanfaatkan sebagai saluran untuk
menerbitkan dan mendistribusikan karya-karya yang dihasilkan oleh masyarakat.
E.
Beberapa Contoh Kegiatan Literasi Baca Yang Dapat Melibatkan
Peran Aktif Masyarakat
1.
Pertukaran Buku
Para peserta kegiatan
dapat membawa buku favorit mereka dari rumah, atau buku yang mereka senangi dan
sudah dibaca dari perpustakaan. Kemudian masing-masing peserta dapat
menyeritakan apa yang mereka sukai dari buku yang mereka bawa. Setelah itu
buku-buku dapat dikumpulkan di satu titik dan para peserta dapat meminjam buku
milik peserta lainnya. Setelah diberikan waktu beberapa hari untuk membaca,
para peserta diminta untuk membahas buku yang telah dibaca secara berpasangan.
2.
Membacakan Cerita Berseri
Penyuluh/fasilitator/koordinator
peserta dapat memilih sebuah cerita yang cukup panjang untuk dibacakan dalam
beberapa kali pertemuan. Setiap sesi diselesaikan di bagian yang membuat para
peserta ingin tahu kelanjutannya. Bisa juga cerita hanya dibacakan sebagian,
sebagiannya lagi harus dibaca sendiri oleh para peserta. Tentu harus memilih
cerita yang mendorong rasa ingin tahu sehingga para peserta tidak sabar untuk
membaca buku tersebut.
3.
Membuat Laman Media Sosial Bersama
Di daerah yang sudah
memiliki saluran internet, penyuluh/fasilitator/koordinator peserta dapat
membuatkan laman media sosial berbasis daring sebagai sarana komunikasi. Melalui laman sosial ini,
penyuluh/fasilitator/koordinator peserta dapat merekomendasikan bacaan mingguan
kepada para peserta. Peserta juga dapat diminta mengirimkan resensi dan
nilai-nilai yang mereka pahami dari buku yang dibaca. Untuk daerah yang belum
terjangkau internet, laman media sosial bersama dapat pula berbentuk majalah
dinding.
4.
Mengajak Peserta Aktif Mempromosikan Kegemaran
Membaca Melalui Laman Sosial
Penyuluh/fasilitator/koordinator
peserta mengajak para peserta untuk selalu memperbarui status laman sosial
dengan buku-buku yang sedang dibaca, maupun kegiatan sehubungan dengan
kegemaran membaca lainnya. Misalnya menulis status tentang buku yang sedang
dibaca, sudah sampai halaman berapa, mengirim foto saat sedang membaca buku,
menulis kutipan dari buku bacaan, dan sebagainya.
5.
Mereproduksi Sampul Buku
Selain menulis resensi,
penyuluh/fasilitator/koordinator peserta juga dapat meminta peserta untuk
menggambar ulang sampul dari buku yang sudah selesai mereka baca. Penyuluh/fasilitator/koordinator
peserta bisa membantu menyediakan peralatan menggambar yang dibutuhkan. Bahkan
agar lebih menarik dapat dibuat lomba internal antar peserta dengan hadiah
buku. Setelah selesai, gambar sampul itu dipasang di laman sosial lengkap
dengan penjelasannya.
BAB V
MEMBANGUN KEMITRAAN PENYULUH PEMBUDAYAAN
KEGEMARAN MEMBACA
Membangun
kegemaran membaca di masyarakat pada hakikatnya menjadi kepentingan dari
berbagai pihak. Oleh karenanya sinergi kemitraan
dari pihak-pihak yang menjadi pemangku kepentingan tersebut menjadi sangat
penting. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, sektor swasta,
organisasi non pemerintah dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi
misi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dan
difokuskan pada upaya membangun kegemaran membaca.
Kemitraan
adalah suatu strategi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih tujuan bersama dengan prinsip saling membutuhkan
dan saling menguatkan. Kemitraan secara umum akan terjalin bilamana terdapat
pihak yang merasakan adanya kelemahan implementasi bila sebuah pembangunan
hanya menjadi focus of interest satu
pihak saja. Dengan kata lain bahwa kemitraan sejatinya merupakan solusi yang
tepat bagi pihak yang mencita-citakan adanya percepatan progres pembangunan.
Sebagai sebuah strategi, keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bermitra.
Dalam
kemitraan, seluruh elemen mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya. Sinergi
antar elemen menjadi kunci dalam memainkan perannya masing-masing. Bangunan
kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut : kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan,
adanya sikap saling mempercayai dan saling menghormati, tujuan yang jelas dan
terukur, dan kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya
yang lain. Secara umum, prinsip-prinsip kemitraan adalah persamaan, keterbukaan
dan saling menguntungkan.
Sejatinya membangun kemitraan sangatlah penting untuk
membuka akses menuju kemandirian masyarakat. Hal-hal yang perlu dipahami saat
membangun jaringan kemitraan adalah :
1. Memahami hakikat jaringan kemitraan
2. Memiliki kesadaran akan pentingnya membangun jaringan
kemitraan.
3. Mengidentifikasi/memetakan posisi jaringan kemitraan
4. Memahami tujuan membangun jaringan kemitraan.
5. Memahani prinsip dalam membangun jaringan kemitraan.
6. Menerapkan strategi dalam membangun jaringan
kemitraan.
7. Menguasai pola-pola jaringan kemitraan.
A. Hakikat Membangun Jaringan Kemitraan
Saat ini kesuksesan suatu program salah satunya
ditentukan pada keberhasilan menciptakan kemitraan. Secara garis besar, program
penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca sangat membutuhkan kemitraan untuk
menjadikan programnya lebih sukses. Bagi pelaksana program, membangun kemitraan
merupakan hal yang strategis mengingat perannya sebagai garda terdepan yang
melakukan pendampingan pada masyarakat.
Membangun jaringan
kemitraan pada hakikatnya adalah sebuah proses membangun komunikasi atau
hubungan, berbagi ide, informasi dan sumber daya atas dasar saling percaya dan
saling menguntungkan di antara pihak-pihak yang bermitra, yang dituangkan dalam
bentuk nota kesepahaman atau perjanjian tertentu guna mencapai kebermanfaatan
yang lebih besar.
Dari
definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa membangun jejaring kerja dan kemitraan
pada dasarnya dapat dilakukan jika pihak-pihak yang bermitra memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1.
Ada
dua pihak atau lebih;
2.
Memiliki
kesamaan visi-misi dalam mencapai tujuan program;
3.
Ada
kesepahaman atau kesepakatan;
4.
Saling
percaya dan saling menguntungkan;
5. Komitmen bersama untuk mencapai tujuan yang lebih
besar.
Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai saat membangun jaringan kemitraan, yaitu :
1.
Meningkatkan
partisipasi masyarakat penerima manfaat
2.
Mensinergikan
program
3. Memanfaatkan sumber daya bersama
Hakikat membangun
jaringan kemitraan dengan perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakaan
desa, taman bacaan masyarakat dan komunitas lainnya adalah bekerjasama untuk
mencapai visi yang sama dengan mekanisme-mekanisme yang telah disepakati.
Beberapa cirinya antara lain adanya kepedulian (care), dengan kepedulian bisa berbagi (share), dan perlunya keterbukan (fair) bagi keberlanjutan program.
B. Prinsip-Prinsip Membangun Jaringan Kemitraan
Dalam membangun jaringan kemitraan diperlukan adaya
prinsip-prinsip yang harus disepakati bersama agar kemitraan terjalin kuat dan
berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya adalah :
1. Kesamaan
Visi-Misi
Kemitraan hendaknya
dibangun atas dasar kesamaan visi dan misi, serta tujuan lembaga-lembaga yang
bermitra. Kesamaan visi dan misi menjadi motivasi dan perekat pola kemitraan
tersebut.
2. Kepercayaan
Kepercayaan
adalah modal dasar dalam membangun kemitraan yang sinergis dan mutualis. Untuk
dapat dipercaya, maka komunikasi yang dibangun harus dilandasi oleh itikad yang
baik dan menjunjung tinggi kejujuran.
3. Saling Menguntungkan
Asas saling menguntungkan merupakan pondasi yang kuat
dalam membangun kemitraan. Antara pihak yang bermitra harus saling memberi
kontribusi sesuai peran masing-masing dan harus saling merasa diuntungkan
dengan adanya jalinan kemitraan.
4. Efisiensi dan Efektifitas
Dengan mensinergikan beberapa sumber untuk mencapai
tujuan yang sama diharapkan mampu meningkatkan efisiensi waktu, biaya dan
tenaga. Efisiensi tersebut tentu saja tidak mengurangi kualitas proses dan
hasil, justru sebaliknya malah dapat meningkatkan kualitas proses dan poduk
yang dicapai. Tingkat efektifitas pencapaian tujuan menjadi lebih tinggi jika
proses kerja kita melibatkan mitra kerja. Dengan kemitraaan dapat dicapai
kesepakatan-kesepakatan dari pihak yang bermitra tentang siapa melakukan apa
sehingga pencapaian tujuan diharapkan akan menjadi lebih efektif.
5. Komunikasi Dialogis
Komunikasi timbal balik dilaksanakan
secara dialogis atas dasar saling menghargai satu sama lainnya. Komunikasi
dialogis merupakan pondasi dalam membangun kerjasama. Tanpa komunikasi dialogis
akan terjadi dominasi pihak yang satu terhadap pihak yang lainnya yang pada
akhirnya dapat merusak hubungan yang sudah dibangun.
6.
Komitmen yang
Kuat
Kemitraan akan terbangun dengan kuat
dan permanen jika ada komitmen satu sama lain terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat bersama.
C. Strategi Membangun Kemitraan
Strategi membangun kemitraan merupakan upaya untuk
mengantisipasi agar kemitraan tersebut tidak menemui kebuntuan atau kegagalan
karena hal-hal yang tidak prinsip atau kesalah-pahaman yang mungkin terjadi.
Dalam membangun strategi kemitraan dapat dilakukan dengan mengacu pada panduan
berikut :
1.
Membangun
kemitraan bukan sekedar bertukar kartu nama dan berkenalan. Untuk membangun
kemitraan hanya bisa dikerjakan dengan cara yang terencana dan terorganisir
dengan baik.
2.
Jadilah
pendengar yang baik. Kita akan mendapatkan informasi lebih banyak saat
mendengar daripada berbicara. Hal ini sangat penting guna menentukan bentuk
pendekatan yang tepat dan juga dapat menimbulkan impresi yang baik.
3.
Fokus
pada tujuan
4.
Bersikap
sabar tetapi aktif dan proaktif dalam anggota. Milikilah nilai tersendiri
dengan menciptakan kerjasama yang memberikan kemudahan dan berbagai nilai yang
menguntungkan mitra dan masyarakat.
5.
Bersikap
cerdas dan selalu menyampaikan informasi yang akurat dan apa adanya. Terus belajar
setiap kali ada kesempatan.
6.
Kesinambungan
komunikasi. Luangkan waktu melakukan komunikasi guna mengembangkan dan
mempertahankan hubungan yang sudah terbangun. Hanya melalui komunikasi, kita
dapat menjalin hubungan dengan para mitra dan penerima manfaat.
7.
Peduli
lingkungan. Bangun rasa kepedulian terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat
di sekitarnya. Banyak cara untuk mewujudkannya seperti ikut berpartisipasi
dalam kegiatan–kegiatan yang ada di masyarakat.
8.
Membangun
citra diri sebagai wirausaha dengan cara meningkatkan kemampuan berkomunikasi,
komitmen atas prinsip dan janji, professional, peduli terhadap kepentingan para
mitra dan penerima manfaat.
Dalam kerangka
membangun strategi kemitraan dapat dilakukan pula melalui jalur struktural
dengan beberapa penguatan:
1. Sumber Daya Manusia (SDM): ditujukan khususnya bagi
SDM pembina (Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Provinsi, Perpustakaan
Kabupaten/Kota), Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Desa/kelurahan, Perpustakaan
Komunitas lainnya.
2. Sistem: membangun sistematika bahwa Perpustakaan Nasional
sebagai pembina nasional dan berharap bahwa Perpustakaan Provinsi bisa sebagai
perpanjangan tangan dari pembina nasional, Perpustakan Provinsi sebagai pembina
provinsi berharap perpustakaan kabupaten/kota bisa sebagai perpanjangan tangan
dari pembina provinsi.
3. Sarana Prasarana: komponen-komponen pendukung bagi
semua pihak yang terkait dalam kerangka penyuluhan pembudayaan kegemaran
membaca dapat diperkuat secara proposional.
D. Langkah-Langkah
Dalam Membangun Kemitraan
Beberapa langkah
dalam kerangka membangun kemitraan sebagai berikut:
1. Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra.
Lakukan identifikasi
atau memetakan pelaku-pelaku yang sekiranya bisa diajak bermitra baik di
wilayah kerjanya maupun di wilayah yang lebih luas. Identifikasi didasarkan
pada karakteristik dan kebutuhan bermitra. Pemetaan dilakukan secara bertahap
mulai dari lingkup yang lebih kecil hingga lingkup yang lebih besar.
2. Gali
Informasi.
Langkah
selanjutnya setelah melakukan identifikasi dan pemetaan kebutuhan adalah
menggali informasi tentang tujuan organisasi calon mitra, ruang lingkup
pekerjaan atau bidang garapan, visi, misi dan sebagainya. Informasi
tersebut berguna untuk menjajaki kemungkinan membangun jaringan kemitraan.
Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan pendekatan personal, informal dan
formal. Pendekatan personal lebih menekankan pada pendekatan secara
pribadi/intim tanpa memperhatikan sisi-sisi kelembagaan formal. Pendekatan
personal dapat dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat yang sifatnya personal.
Pendekatan informal dilakukan dengan memanfaatkan hubungan baik yang sudah
terjalin. Pendekatan formal dilakukan dengan memanfaatkan posisi atau peran seseorang
dalam sebuah lembaga. Dalam beberapa kasus, pendekatan personal dan informal
akan lebih efektif bila dibandingkan dengan pendekatan formal.
3.
Analisa Informasi.
Berdasarkan data dan
informasi yang terkumpul selanjutnya dianalisa dan ditetapkan pihak yang relevan dengan permasalahan dan
kebutuhan yang diperlukan.
4. Jajaki
Kerjasama.
Dari hasil analisis
data dan informasi, perlu dilakukan penjajagan lebih mendalam dan intensif
dengan pihak-pihak yang memungkinkan diajak kerjasama. Penjajagan dapat
dilakukan dengan cara melakukan audiensi atau presentasi.
5. Penyusunan
Rencana Kerja.
Apabila mitra telah
sepakat untuk bekerja sama, maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana
kerja sama. Dalam perencanaannya harus melibatkan pihak-pihak yang akan
bermitra sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili.
6.
Membuat Kesepakatan.
Penyuluh kegemaran membaca dan mitra perlu merumuskan peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak pada kegiatan yang akan dilakukan bersama yang dituangkan
dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of
Understanding (MoU).
7. Penandatangan
Nota Kesepahaman.
Nota Kesepahaman yang
sudah dirumuskan selanjutnya ditandatangani oleh pihak-pihak yang bermitra.
8.
Pelaksanaan Kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan
merupakan tahapan implementasi dari rencana kerjasama yang sudah disusun
bersama dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan
kegiatan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab dan peran masing-masing pihak
yang bermitra.
9. Monitoring
dan Evaluasi.
Dalam pelaksanaannya,
pelaksana program perlu melakukan monitoring dan evaluasi. Tujuan
monitoring adalah memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat
dicegah terjadinya deviasi dari tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga
segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dapat dicarikan
solusinya. Hasil monitoring dapat dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi.
Perlu dilakukan evaluasi bersama antar pihak yang bermitra untuk mengetahui
kegiatan yang belum berjalan sesuai rencana dan mana yang sudah, tujuan mana
yang sudah tercapai dan mana yang belum, masalah atau kelemahan apa yang
menghambat pencapaian tujuan dan penyebabnya.
10. Perbaikan.
Hasil evaluasi
dipakai sebagai dasar dalam melakukan perbaikan dan pengambilan keputusan
selanjutnya dan juga menjadi acuan dalam menilai keberlanjutan kemitraan.
11. Rencana Tindak Lanjut.
Apabila dirasa
penting untuk melanjutkan kerjasama, maka kita perlu merencanakan kembali
kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Dalam Perencanaan
selanjutnya perlu mempertimbangkan hasil evaluasi dan refleksi sebelumya.
12. Pola
Kemitraan.
Pihak
mana saja yang berpotensi menjadi mitra dan bagaimana pola kemitraan serta
peran masing-masing mitra dapat dituangkan dalam perjanjian kerja. Pola
kemitraan yang sudah berjalan dapat disempurnakan dengan melibatkan para mitra.
Tujuannya untuk menemukan pola kemitraan yang lebih tepat dimana pihak-pihak
yang bermitra dapat memainkan perannya masing-masing dengan baik.
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
PENYULUH PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA
Agar
implementasi kegiatan penyuluh pembudayaan kegemaran
membaca dalam kerangka program pembudayaan kegemaran membaca sesuai dengan
desainnya, maka pelaksana program perlu melakukan monitoring (pemantauan) dan
evaluasi atas pelaksanaan dan hasil dari program tersebut. Pelaksana program
perlu menentukan target-target capaian dalam desain programnya untuk diukur dan
dibandingkan dengan realisasi program yang terlaksana. Ini akan membuat
penilaian capaian program menjadi obyektif.
Monitoring
sendiri adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana program,
mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan
timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Monitoring bertujuan untuk
mengamati perkembangan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasi
atau upaya pemecahannya. Adapun tujuan dari monitoring adalah :
1.
Mendapatkan informasi perkembangan
pelaksanaan rencana program secara kontinu mengenai pencapaian indikator
kinerja dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program;
2.
Melakukan identifikasi masalah agar
tindakan korektif dapat dilakukan sedini mungkin; dan
3.
Mendukung upaya penyempurnaan
perencanaan berikutnya melalui hasil pemantauan.
Sedangkan
evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu program.
Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin
terhadap program yang direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang telah
diselesaikan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan Pengendalian dan Evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana pembangunan.
Evaluasi
dilakukan dengan cara membandingkan realisasi masukan (input), keluaran
(output), dan hasil (outcome) terhadap rencana yang telah ditetapkan dan
standar yang berlaku. Arah evaluasi bukan pada apakah hasil evaluasi tersebut
benar atau salah, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan ang diperlukan atas
implementasi program.
Adapun
manfaat evaluasi adalah :
1.
Memberikan informasi yang valid
tentang kinerja program;
2.
Memberikan klarifikasi dan umpan
balik dengan mengacu pada tujuan dan target;
3.
Mengidentifikasi peluang akan
alternatif-alternatif program yang lebih tepat, efektif dan efisien;
4.
Menjadi bentuk pertanggungjawaban
penggunaan dana publik;
5.
Mambantu pemangku kepentingan belajar
lebih banyak mengenai program yang dijalankan
Dalam konteks
program penyuluh pembudayaan
kegemaran
membaca, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengukur hal-hal
sebagai berikut :
Dalam konteks kegiatan pelatihan
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca, realisasi masukan (input) bertujuan mengukur dua indikator yaitu indikator yang
terkait dengan kompetensi fasilitator kegiatan pelatihan penyuluh kegemaran
membaca dan indikator yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan pelatihan penyuluh kegemaran membaca itu sendiri.
Adapun parameter
kompetensi fasilitator penyuluh kegemaran membaca yang perlu dimonitor dan
dievaluasi adalah :
1.
Seberapa jauh Penyuluh memahami
pedoman penyuluh kegemaran membaca.
2.
Seberapa jauh Penyuluh mengetahui dan memahami karakteristik lingkungan keluarga, satuan
pendidikan dan masyarakat.
3.
Seberapa jauh Penyuluh mengetahui
dan memahami peran multi stakeholders
dalam program pembudayaan kegemaran membaca.
4.
Seberapa jauh Penyuluh mengerti
tentang konsep partisipatif, kemitraan dan teknis menjalin kemitraan.
5.
Seberapa banyak Penyuluh memiliki pengetahuan
pendukung lain yang mampu mendorong program pembudayaan kegemaran
membaca.
6.
Seberapa jauh Penyuluh memiliki
kemampuan melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan pembudayaan kegemaran
membaca.
7.
Seberapa jauh Penyuluh memiliki
kemampuan membuat dokumen rencana tindak lanjut program pembudayaan kegemaran
membaca lengkap dengan teknis monitoring dan evaluasinya.
1.
Seberapa sesuai frekuensi kegiatan pelatihan
penyuluh kegemaran membaca dengan frekuensi yang telah ditetapkan dalam dokumen
perencanaan.
2.
Seberapa sesuai durasi kegiatan pelatihan penyuluh
kegemaran membaca dengan durasi yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
3.
Seberapa sesuai jumlah wilayah yang mendapatkan
pelatihan penyuluh kegemaran membaca dengan jumlah wilayah yang telah
ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
4.
Seberapa sesuai jumlah peserta pelatihan penyuluh
kegemaran membaca dengan yang jumlah peserta telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
5.
Seberapa sesuai kriteria peserta pelatihan penyuluh
kegemaran membaca dengan kriteria peserta yang telah ditetapkan dalam dokumen
perencanaan.
Realisasi
keluaran (output) bertujuan memonitor
dan mengevaluasi kompetensi penyuluh
Pembudayaan
kegemaran
membaca sebelum dan setelah mengikuti pelatihan penyuluh kegemaran
membaca. Adapun parameter kompetensi penyuluh pembudayaan kegemaran
membaca yang perlu
dimonitor dan dievaluasi adalah :
2.
Seberapa mampu penyuluh mengetahui
dan memahami karakteristik lingkungan keluarga, satuan pendidikan dan
masyarakat.
3.
Seberapa mampu penyuluh mengetahui
dan memahami peran multi stakeholders
dalam program pembudayaan kegemaran membaca.
4.
Seberapa mampu penyuluh mengerti
tentang konsep partisipatif, kemitraan dan teknis menjalin kemitraan.
5.
Seberapa banyak penyuluh memiliki pengetahuan
pendukung lain yang mampu mendorong program pembudayaan kegemaran membaca.
6.
Seberapa mampu penyuluh melakukan
kegiatan penyuluhan dan pendampingan pembudayaan kegemaran membaca.
7.
Seberapa mampu penyuluh membuat
dokumen rencana tindak lanjut program pembudayaan
kegemaran membaca lengkap dengan teknis monitoring dan evaluasinya.
Realisasi hasil (outcome) bertujuan mengukur dampak implementasi pelatihan
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca yang sudah dirumuskan dalam dokumen
rencana tindak lanjut program pembudayaan kegemaran membaca. Oleh karenanya
implementasi hasil pelatihan penyuluh pembudayaan kegemaran membaca yang perlu
dimonitor dan dievaluasi adalah :
1.
Seberapa sesuai frekuensi implementasi program pembudayaan kegemaran membaca yang
dilakukan penyuluh secara langsung dengan frekuensi yang telah ditetapkan dalam
dokumen rencana tindak lanjut.
2.
Seberapa sesuai durasi implementasi
program pembudayaan kegemaran membaca yang dilakukan penyuluh secara langsung
dengan durasi yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana tindak lanjut.
3.
Seberapa sesuai jumlah wilayah yang
mendapatkan implementasi program pembudayaan kegemaran membaca yang dilakukan
penyuluh secara langsung dengan jumlah wilayah yang telah ditetapkan dalam
dokumen rencana tindak lanjut.
Sebagai ujung
tombak program di wilayahnya, penyuluh bukan saja menjadi fasilitator program
pembudayaan kegemaran secara langsung tapi juga bertanggung jawab membentuk
kader-kader di lingkungan yang lebih kecil sehingga jumlah orang yang memiliki
kemampuan membudayakan kegemaran membaca menjadi lebih banyak. Strategi
pembentukan kader ini juga perlu dimasukan dalam dokumen rencana tindak lanjut.
Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pembentukan kader-kader ini
adalah:
1.
Seberapa sesuai frekuensi kegiatan pelatihan kader
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dengan frekuensi yang telah ditetapkan
dalam dokumen rencana tindak lanjut.
2.
Seberapa sesuai durasi kegiatan pelatihan kader
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dengan durasi yang telah ditetapkan
dalam dokumen rencana tindak lanjut.
3.
Seberapa sesuai jumlah wilayah yang mendapatkan
pelatihan kader penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dengan jumlah wilayah
yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana tindak lanjut.
4.
Seberapa sesuai jumlah peserta pelatihan kader
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dengan yang jumlah peserta telah
ditetapkan dalam dokumen rencana tindak lanjut.
5.
Seberapa sesuai kriteria peserta pelatihan kader
penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dengan kriteria peserta yang telah
ditetapkan dalam dokumen rencana tindak lanjut.
Adapun parameter kompetensi kader penyuluh pembudayaan kegemaran membaca
yang perlu dimonitor dan dievaluasi adalah :
2.
Seberapa mampu kader penyuluh
mengetahui dan memahami karakteristik lingkungan keluarga, satuan pendidikan
dan masyarakat.
3.
Seberapa mampu kader penyuluh
mengerti tentang konsep partisipatif masyarakat.
4.
Seberapa banyak kader penyuluh
memiliki pengetahuan pendukung lain yang mampu mendorong program pembudayaan
kegemaran membaca.
5.
Seberapa mampu kader penyuluh
melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan pembudayaan kegemaran membaca.
D. Dampak (Impact)
Realisasi
dampak (impact) bertujuan mengukur
dampak dari implementasi program pembudayaan kegemaran membaca yang sudah
dilakukan. Oleh karenanya dampak dari implementasi program pembudayaan
kegemaran membaca yang perlu dimonitor dan dievaluasi adalah :
2.
Seberapa sering kegiatan penyuluhan dilakukan oleh kader penyuluh pembudayaan kegemaran membaca
di lingkungannya.
3.
Seberapa banyak warga yang
mendapatkan pendampingan yang dilakukan oleh kader penyuluh pembudayaan
kegemaran membaca di lingkungannya.
E. Manfaat (Benefit)
Realisasi manfaat
(benefit) bertujuan mengukur manfaat
yang didapat oleh sasaran penerima manfaat program pembudayaan kegemaran
membaca yaitu orangtua, guru, kepala sekolah, tenaga pendidik, peserta didik dan warga
masyarakat. Adapun manfaat dari implementasi program pembudayaan kegemaran
membaca yang perlu dimonitor dan dievaluasi adalah :
1. Seberapa
banyak orangtua, guru, kepala sekolah, tenaga pendidik, pustakawan dan warga
masyarakat paham dengan kegiatan pembudayaan kegemaran
membaca.
2.
Seberapa banyak orangtua, guru,
kepala sekolah, tenaga pendidik, pustakawan dan warga masyarakat paham dengan
karakteristiknya masing-masing yang dapat mendukung kegiatan pembudayaan
kegemaran membaca.
3. Seberapa
banyak orangtua, guru, kepala sekolah, tenaga pendidik, pustakawan dan warga
masyarakat yang memiliki kemampuan melakukan kegiatan pembudayaan kegemaran
membaca.
4.
Seberapa sering orangtua, guru,
kepala sekolah, tenaga pendidik, pustakawan dan warga masyarakat melakukan
kegiatan pembudayaan kegemaran membaca di lingkungannya masing-masing.
5.
Seberapa banyak anak dan orang dewasa
yang mendapatkan manfaat kegiatan pembudayaan kegemaran membaca yang dilakukan
oleh orangtua, guru, kepala sekolah, tenaga pendidik, pustakawan dan warga
masyarakat di lingkungannya masing-masing.
BAB VII
PENUTUP
Banyak pendapat dari pakar ahli dan cendikiawan tentang
makna, hakekat dan tujuan baca dan membaca baik di lingkungan keluarga, satuan
pendidikan, dan masyarakat. Namun demikian secara umum dapat disederhanakan ke
dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu membaca untuk memperoleh kesenangan (reading for pleasure), memperoleh
informasi (information reading), dan
untuk membandingkan (constructive
reading).
Kemampuan tersebut dapat dimaknai sebagai kunci pemahaman
atau pedoman bagi pengembangan diri, bagi pemahaman literasi. Literasi adalah
kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat
mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan
kualitas hidupnya, dengan kata lain informasi bagi kecerdasan dan kesejahteraan.
Kunci pemaknaan literasi yang dimaksud hendaklah dapat
disebarluaskan sebagai virus-virus kecerdasan dan kesejahteraan melalui para
penggerak atau penyuluh Pembudayaan Kegemaran Membaca. Untuk itu disusunlah
buku Pedoman Penyuluh Pembudayaan Kegemaran Membaca sebagai pegangan, wahana,
dan tolok ukur bagi langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan sebagaimana
dikehendaki.
Buku
Pedoman adalah buku yang menyajikan informasi dan memandu kepada penyuluh dan pembaca untuk melakukan
apa yang terbaik dalam komunitasnya.
Sebuah buku pedoman dikatakan berhasil apabila pedoman yang disampaikan di
dalam buku tersbebut dapat dipahami dan diterapkan dengan baik oleh pembacanya.
Buku “Pedoman Penyuluh Pembudayaan Kegemaran Membaca 2019” ini dimaksudkan
untuk menjadi acuan bagi penyuluh pembudayaan kegemaran membaca dalam
melaksanakan tugas penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca dan menjadi Standar
bagi penyelenggaraan penyuluhan Pembudayaan kegemaran membaca. Buku pedoman ini juga diharapkan menjadi alat optimalisasi
peran serta dan mobilitas masyarakat dalam menunjang tercapainya visi
Perpustakaan Nasional RI, yaitu terwujudnya Indonesia cerdas melalui gemar
membaca.
Dengan
Membaca sesorang menjadi cerdas dan berpengaruh pada kepribadian dan
kemampuannya untuk berinteraksi sehingga menjadikan manusia yang siap menjadi
inti dari kemajuan bangsa dan negaranya. Dengan gemar membaca menjadi gerbang
utama kemajuan sebuah negara karena rakyatnya maju dan cerdas.
Mewujudkan
kegemaran membaca (Reading interest)
masyarakat, adalah bukan tanggung jawab pemerintah saja, melainkan menjadi
tanggung jawab bersama sekalipun stakeholders terkait atau pemerintah,
masyarakat termasuk dunia usaha.
Bermula dari belajar membaca bermuara pada membaca untuk
belajar, pada akhirnya memberikan manfaat dan dampak perpustakaan bagi
masyarakat. Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada masyarakat,
meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih lanjut dikatakan bahwa perpustakaan berfungsi
sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan
bangsa.
Penyuluhan pembudayaan kegemaran membaca baik di awali
pada lingkungan keluarga, berlanjut pada satuan pendidikan, dan bermuara pada
lingkungan masyarakat perlu adanya kebersamaan. Kebersamaan dalam mewujudkan
visi, misi, dan komitmen dalam pencapaian tujuan, melalui komunikasi yang
intensif antar berbagai pihak yang berkaitan.
Agar
implementasi kegiatan penyuluh pembudayaan kegemaran
membaca dalam kerangka program pembudayaan kegemaran membaca sesuai dengan
desainnya, maka pelaksana program perlu melakukan monitoring (pemantauan) dan
evaluasi atas pelaksanaan dan hasil dari program yang sudah dilakukan. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara sistematis sehingga secara regulasi dan kesempatan
pertama bagi pengambilan keputusan dan tindaklanjutnya
BIBLIOGRAFI
Alfarijin. 2019. Pengertian Literasi. [Online]. Tersedia: https://www.literasipublik.com
/pengertian-literasi.
Anonim. 2019. Pengertian Penyuluh. [Online]. Tersedia: http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-penyuluh/
Anwar
Effendi. 2009. “Beberapa catatan tentang buku teks pelajaran di sekolah.”
Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. INSANIA vol. 14 no. 2
Mei-Agustus.
Arikunto, Suharsimi & Abdul Jabar, Cepi Safrudin. 2004. Evaluasi
Program Pendidikan : Pedoman Teoretis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta
: Bumi Aksara.
Clark, C. and Foster, A. 2005. Children’s
and young people’s reading habits and preferences: The who, what, why, where
and when. London: National Literacy Trust.
Clark, C., & Rumbold, K.
2006. Reading for Pleasure: A Research
Overview. London: National Literacy Trust.
Darmawan, Hartoyo.
2018. Temu Media Seminar Nasional Literasi dan pembanguann Sosio-Ekonomi:
Bappenas Dukung Program Penguatan Literasi Perpusnas Dalam RKP
2019.[Online].Tersedia:https://www.perpusnas.go.id/news
De Naeghel, J., Van Keer, H., Vansteenkiste,
M., & Rosseel, Y. 2012. “The
relation between elementary students' recreational and academic reading
motivation, reading frequency, engagement, and comprehension: A
self-determination theory perspective”.
Journal of Educational Psychology,
104(4), 1006-1021.
Gleed, A. 2013. Booktrust Reading Habits Survey
2013: A national survey of reading habits & attitudes to books amongst
adults in England. Cheshire, UK: BookTrust.
Henny
Warsilah. 2015. “Pembangunan inklusif sebagai upaya mereduksi ekslusi sosial
perkotaan: kasus kelompok marjinal di Kampung Semanggi, Solo, Jawa Tengah”. Jurnal Masyarakat & Budaya, vol. 17
no. 2.
Iskandar, Harris et al.
(2018), Literasi Baca : Konsep,
Pengembangan dan Praktik di Masyarakat, Jakarta : Dirbindiktara PAUD dan
Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jochumsen, H.,
Hvenegaard Rasmussen, C. and Skot‐Hansen, D. (2012), The Four Spaces – A New Model for The Public Library, New Library
World, Vol. 113 No. 11/12, pp. 586-597
Kasali, Rheinald. 2014. Let’s Change. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kasali, Rheinald. 2017. Self Driving: Menjadi Driver atau Passanger?.
Jakarta: Mizan Media Utama.
Kementerian Keuangan
RI. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2019. Panduan
Pelaksanaan Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku (GERNAS BAKU). [Online].
Tersedia: http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/panduan-pelaksanaan-gerakan-nasional-orang-tua-membacakan-buku-gernas-baku/
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2016. Panduan Gerakan Literasi Nasional. Jakarta: Tim
Gerakan Literasi Nasional.
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2016. Peta Jalan Gerakan
Literasi Nasional. Jakarta: Tim Gerakan Literasi Nasional
Lambrecht, Marianne dan
Luyckx. 2000. Ekologi Bumiku Masa Depanku
Ayo Berbuat Sesuatu untuk Bumi!. Solo: Tiga Serangkai
Mega
Putri Ardilla. 2017. [Online].
Tersedia: http://eprints.ums.ac.id/
Mubarok, Abdul Malik. 2017. Menumbuhkan Minat Baca Siswa dari Keluarga.
[Online]. Tersedia: https://nasional.sindonews.com/read/1248402/144/menumbuhkan-minat-baca-siswa-dari-keluarga-1508012267/
Nell, V. 1988. “The psychology of reading for pleasure”. Reading Research Quarterly,
23 (1), 6-50.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi
dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Perpustakaan Nasional RI. 2009.
Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Rezkiyanto Imam. 2017. Peran keluarga
sekolah dan masyarakat dalam pendidikan. [Online]. Tersedia: https://www.academia.edu/12604893/Peran_Keluarga_Masyarakat_dan_Sekolah_dalam_Pendidikan.
Sagala,
Syaiful. 2017. Human Capital: Membangun
Modal Manusia Berkarakter Unggul melalui
Pendidikan Berkualitas. Depok: Kencana
Ulfa, Maria. 2019. Tips Bagi Orang Tua untuk Meningkatkan
Minat Baca Anak. [Online]. Tersedia: https://tirto.id/tips-bagi-orang-tua-untuk-meningkatkan-minat-baca-anak-ddPs/
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Wicaksono,
Andrey.
2017. Tugas pranata sosial. [Online]. Tersedia: https://www.academia.edu/35062102/Tugas_Pranata_Sosial.
Wiedarti, Pangesti et al. 2016. Desain Induk Gerakan
Literasi Sekolah. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Wilkinson, S. 2015. The
impact of reading for pleasure and empowerment. The Reading Agency.
Yud. 2018. Ttumbuhkan Minat Baca, Mendikbud: Orang Tua
Harus Berikan Contoh. [Online]. Tersedia: https://www.beritasatu.com/nasional/491197/tumbuhkan-minat-baca-mendikbud-orang-tua-harus-berikan-contoh/
Zuhri, Aniq. 2017. Menumbuhkan Perilaku Gemar Membaca
Siswa SMA di Sekolah Melalui Program Free Voluntary Reading (FVR). [Online]. Tersedia: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-palim92e6826a942full.pdf.
As stated by Stanford Medical, It is in fact the ONLY reason this country's women get to live 10 years more and weigh on average 42 pounds less than us.
ReplyDelete(And actually, it has NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and EVERYTHING around "HOW" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...
Click on this link to uncover if this easy quiz can help you release your true weight loss potential